Bertasawuf Yang Benar
Dua orang ulama besar pernah hidup pada satu zaman. Keduanya
dikenal sebagai ahli fiqih dan sekaligus ahli makrifat. Yang satu
bernama Syech Sofyan Al-Tsawri. Ia dikenal sebagai pendiri mazhab fiqih
besar di zamannya; tetapi dalam perkembangan zaman, fiqihnya kalah
populer dengan fiqih-fiqih yang lain, satunya lagi adalah Imam Ja’far
Al- Shadiq, salah satu di antara “bintang” cemerlang dalam silsilah
tarikat.
Pada suatu hari Syech Sofyan Al-Tsawri mendatangi Imam Ja’far Al-Shadiq dan di dapatinya Imam Ja’far dalam pakaian yang indah gemerlap, hingga tampak bagi Al-Tsawri sangat mewah. Ia merasa, Imam yang terkenal sangat salih dan zahid, tidak pantas untuk memakai pakaian seperti itu. Ia berkata, “Busana ini bukanlah pakaianmu!”. Imam Jakfar Al-Shadioq menimpali ucapan Al-Tsawri dengan berkata, “Dengarkan aku dan simak apa yang akan aku katakan padamu. Apa yang akan aku ucapkan ini, baik bagimu sekarang dan pada waktu yang akan datang, jika kamu ingin mati dalam sunnah dan kebenaran, dan bukan mati di atas bid’ah. Aku beritakan padamu, bahwa Rasulullah saw hidup pada zaman yang sangat miskin. Ketika kemudian zaman berubah dan dunia datang, orang yang paling berhak untuk memanfaatkannya adalah orang-orang salih, bukan orang-orang yang durhaka; orang-orang mukmin, bukan orang-orang munafik; orang-orang Islamnya bukan orang-orang kafirnya. Apa yang akan kau ingkari, hai Al- Tsawri? Demi Allah, walaupun kamu lihat aku dalam keadaan seperti ini sejak pagi hingga sore, jika dalam hartaku ada hak yang harus aku berikan pada tempatnya, pastilah aku sudah memberikannya semata-mata karena Allah.”
Pada saat itu datanglah rombongan orang yang” bergaya sufi”. Mereka mengajak orang banyak untuk mengikuti kehidupan mereka yang sangat sederhana. Mendengar ucapan Imam Ja’far, mereka berkata, “Tampaknya sahabat kami ini tidak mampu membalas pembicaraan Tuan dan tidak dapat menyampaikan hujah.” Imam Ja’far berkata, “Tunjukkan hujah kalian.” Mereka menyahut, “Kami punya hujah dari Kitab Allah.” Kata Imam, “Tunjukkan dalil-dalilnya, karena Kitab Allah lebih wajib untuk diikuti dan diamalkan.ketimbang selainnya” Mereka berkata, “Allah swt mengabarkan sekelompok sahabat Nabi saw: di dalam kitab-Nya; Dan mereka mendahulukan orang-orang lain di atas diri mereka sendiri sekali pun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu; siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr; 9) Allah memuji mereka. Kemudian Allah berfirman dalam ayat yang lain; Mereka memberikan makanan yang mereka cintai kepada orang miskin, yatim, dan tawanan. Cukuplah bagi kami semua keterangan ini.”
Di antara yang hadir dalam majelis itu ada seseorang yang segera menukas, “Kami tidak melihat kalian (dengan maksud orang yang “Bergaya sufi” itu) menahan diri untuk tidak makan makanan yang baik. Malahan kalian memerintahkan orang lain untuk mengeluarkan harta mereka supaya kalian bersenang-senang dengan memanfaatkan harta mereka.” Imam berkata pada orang itu, “Tinggalkan olehmu apa yang tidak bermanfaat bagi kamu.” Setelah itu Imam berkata kepada mereka yang menyampaikan dalil-dalil dari Al- Quran itu, “Hai saudara-saudara, ceritakan kepadaku apakah kalian tahu nâsikh-mansûkh dalam Al-Quran, muhkam dan mutasyâbih-nya? Karena di sinilah umat ini banyak yang tersesat atau binasa.” Mereka menjawab: “Sebagian memang kami ketahui. Tetapi sebagian yang lain tidak.”
Dengan bertanya seperti itu, Imam Ja’far bermaksud untuk mengajarkan mereka untuk berhati-hati menafsirkan Al-Quran, tanpa bantuan ilmu yang memadai. Karena di dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang berlaku dalam konteks tertentu tetapi tidak pada konteks yang lain (nâsikh-mansûkh). Di dalamnya juga ada yang sangat jelas maknanya dan ada yang sekilas tampak ambigu (muhkam mutasyâbih). Setelah itu, Imam Ja’far berkata:“Apa yang kalian sebut sebagai keterangan dari Al-Quran tentang orang yang mendahulukan orang lain, walaupun diri mereka dan keluarga mereka kepayahan, perbuatan mereka itu hanyalah hal yang diperbolehkan bukan hal yang dilarang. Mereka mendapat pahala di sisi Allah. (Tidak ada perintah untuk melakukan perbuatan seperti itu. Mereka boleh saja melakukan hal demikian). Tetapi Allah setelah itu memerintahkan mereka untuk melakukan hal yang bertentang dengan apa yang mereka lakukan. Perintah Tuhan itu menjadi nâsikh (menghapuskan) bagi perbuatan mereka. Allah melarang mereka untuk berbuat demikian sebagai ungkapan kasih sayangnya kepada kaum mukmin. Supaya mereka tidak menyengsarakan dirinya dan keluarganya. Mungkin ada di antara mereka anak-anak kecil yang lemah, anak-anak, orang tua renta, orang yang sudah sangat tua yang tidak sanggup lagi menahan lapar. Jika aku menyedekahkan makananku kepada orang lain, padahal padaku tidak ada lagi makanan selain itu, pastilah semua keluargaku ditelantarkan dan binasa dalam keadaan lapar.
Karena itulah Rasulullah saw bersabda: Jika ada lima butir kurma atau lima dinar atau dirham yang dimiliki seseorang, kemudian ia ingin mengekalkan uang itu, maka yang paling utama ialah ia memberikannya kepada kedua orangtuanya, kemudian kepada dirinya dan keluarganya, kemudian kepada kerabat dan saudaranya kaum muslim, kemudian kepada tetangganya yang miskin, dan terakhir pada ranking kelima, ia mensedekahkannya di jalan Allah.
Seorang Anshar memerdekakan lima atau enam orang budak sebelum matinya, padahal ia tidak punya harta lain selain itu. Ia meninggalkan anak-anak kecil. Nabi saw pernah berkata kepada sahabatnya: ‘Sekiranya kalian memberitahukan kepadaku keadaan dia, aku tidak akan membiarkan kalian menguburkannya di pekuburan muslimin. Ia menelantarkan anak-anak kecil dan membiarkan mereka mengemis kepada orang lain.’ Kemudian Imam berkata: ‘Ayahku menyampaikan kepadaku dari Nabi saw bahwa ia bersabda; Mulailah dari tanggunganmu yang paling dekat, kemudian yang paling dekat, dan seterusnya!’
Kemudian, inilah yang difirmankan dalam Al-Quran, yang menolak argumentasi kalian dan diwajibkan kepada kalian oleh Tuhan yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana; Dan orang-orang yang apabila membelanjakan hartanya, mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan; 67). Tidakkah kalian perhatikan bahwa Allah mengecam orang yang berlebih-lebihan dalam menginfakkan hartanya? Pada ayat lain Allah swt berfirman, “Sesungguhnya Ia tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al-An’am; 141, QS. Al-A’raf; 31). Tuhan melarang mereka berlebihan dan melarang mereka kikir. Yang benar itu ialah yang berada di tengah-tengah. Seseorang tidak boleh memberikan seluruh hartanya, lalu setelah itu, ia berdoa agar Tuhan memberinya rezeki. Doa seperti itu tidak akan dikabulkan.
Rasulullah saw bersabda: Ada beberapa kelompok dari umatku yang doanya tidak akan dikabulkan; Doa seorang anak yang disampaikan untuk mencelakakan orang tuanya, doa seseorang untuk mencelakakan pengutangnya padahal ketika ia membuat transaksi tidak ada saksi, doa seorang lelaki untuk mencelakakan isterinya padahal Allah sudah menyerahkan tanggungjawab memelihara isteri itu di tangannya, dan doa seseorang yang duduk di rumah lalu ia tidak henti-hentinya bermohon: ‘Tuhanku berilah rezeki padaku’; kemudian ia tidak keluar rumah untuk mencari rezeki. Allah swt akan berkata kepadanya: ‘Wahai hamba-Ku, bukankah Aku sudah memberi jalan bagimu untuk mencari rezeki dan berusaha di bumi dengan modal tubuhmu yang sehat? Supaya kamu tidak bergantung pada orang lain. Jika Aku kehendaki, Aku akan memberi rezeki. Jika Aku kehendaki, Aku batasi rezeki kamu. Dan alasanmu Aku terima.’
“Selain itu, doa orang yang tidak akan Aku dengar adalah doa seseorang yang mendapat rezeki yang banyak dari Allah swt. Ia mengeluarkan semuanya kemudian ia kembali sambil berdoa: ‘Ya Rabbi, berilah aku rezeki’. Tuhan berfirman: ‘Bukankah Aku telah memberimu rezeki yang banyak. Kenapa kamu tidak berhemat seperti yang Aku perintahkan? Mengapa kamu berlebih-lebihan seperti yang Aku larang?’ Kemudian terakhir, doa yang tidak akan didengar Tuhan adalah doanya orang yang memutuskan silaturahim.’
“Allah mengajari Nabi-Nya bagaimana cara berinfak. Di suatu hari, pada diri Rasulullah saw ada beberapa uang emas. Ia tidak ingin tidur bersama uang itu. Kemudian ia mensedekahkannya. Pagi hari ada seseorang yang datang meminta bantuan kepadanya. Tapi Rasulullah tidak punya apa pun. Peminta itu kecewa karena Nabi saw tidak membantunya. Rasulullah saw juga berduka cita karena tidak dapat memberinya apa pun, padahal Nabi saw adalah orang yang sangat santun dan penuh kasih. Allah swt lalu mendidik beliau dengan firman-Nya: Janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu di kudukmu, jangan juga engkau buka selebar-lebarnya, nanti kamu duduk dalam keadaan menyesal dan rugi (QS. Al-Isra 29).”
Sofyan Al-Tsawri, bisa dibilang, mewakili pandangan sekelompok orang yang meyakini bahwa kesucian harus dicapai dengan mengorbankan segala-galanya, meninggalkan pekerjaan, memberikan seluruh harta, meninggalkan keluarga, mengasingkan diri, dan menjauhkan diri dari dunia. Konon, karena cinta dunia itu sumber segala kejahatan, akhirnya mereka memilih untuk membenci dunia.
Mujahadah dan Riyadhah.gaya Al-Tsawri, tidak bisa dibilang salah, karena memang ada segolongan orang yang karena “ kondisi tertentu harus menjalani model itu”, tetapi tidak dapat diterapkan sepenuhnya kepada semua orang, karena jika demikian, siapakah di antara kita yang harus membayar zakat, melakukan ibadah haji, mengurus orang yang lemah, membiayai pendidikan, melakukan penelitian ilmiah dan sebagainya ?, hanya melihat kehidupan tasawuf model ini, bisa melahirkan pendapat yang keliru dalam memandang tasawuf dan kehidupan Sufi yang oleh sebagian penentangnya, diidentikkan dengan kemiskinan, kelusuhan, dan bahkan kekotoran. Bisa bisa membuat orang takut belajar tasawuf dan menjalani kehidupan sufi karena kuatir menjadi miskin.
Imam Ja’far menunjukkan dengan argumentasi yang sangat fasih, bahwa tasawuf sejati tidak demikian. Ia menjelaskan bahwa kemiskinan yang disamakan dengan kesalihan berasal dari kekeliruan dalam memahami Al-Quran dan hadis. Tasawuf sejati bukan tidak memiliki dunia tetapi tidak dimiliki dunia. Sufi bukan berarti tidak mempunyai apa-apa, tetapi tidak dipunyai apa-apa.( Laisa Zuhud bian La tamlika Syaian , Innama Zuhud an laa yamlikaka dzalikas syaik), seperti hal ini ditegaskan oleh Imam Abil Hasan Ali Assadzili
Seorang sufi boleh saja, malah mungkin harus, memiliki kekayaan yang banyak; tetapi ia tidak akan melupakan kewajiban diri maupun hartanya, dalam meraih dan mendistribusikannya dan ia tidak meletakkan kebahagiaan pada kekayaannya. Hatinya tidak bergantung pada harta dan kekayaannya melainkan kepada ALLAH yang memberinya anugrah harta dan kekayaan itu.dan kepadanya sepenuhnya ia bersujud dan menumpahkan puji syukur.
Update : 14 / Oktober / 2005
Edisi 16 Th. 2-2005M/1426H
Silakan mengutip dengan mencantumkan nama almihrab.com
Pada suatu hari Syech Sofyan Al-Tsawri mendatangi Imam Ja’far Al-Shadiq dan di dapatinya Imam Ja’far dalam pakaian yang indah gemerlap, hingga tampak bagi Al-Tsawri sangat mewah. Ia merasa, Imam yang terkenal sangat salih dan zahid, tidak pantas untuk memakai pakaian seperti itu. Ia berkata, “Busana ini bukanlah pakaianmu!”. Imam Jakfar Al-Shadioq menimpali ucapan Al-Tsawri dengan berkata, “Dengarkan aku dan simak apa yang akan aku katakan padamu. Apa yang akan aku ucapkan ini, baik bagimu sekarang dan pada waktu yang akan datang, jika kamu ingin mati dalam sunnah dan kebenaran, dan bukan mati di atas bid’ah. Aku beritakan padamu, bahwa Rasulullah saw hidup pada zaman yang sangat miskin. Ketika kemudian zaman berubah dan dunia datang, orang yang paling berhak untuk memanfaatkannya adalah orang-orang salih, bukan orang-orang yang durhaka; orang-orang mukmin, bukan orang-orang munafik; orang-orang Islamnya bukan orang-orang kafirnya. Apa yang akan kau ingkari, hai Al- Tsawri? Demi Allah, walaupun kamu lihat aku dalam keadaan seperti ini sejak pagi hingga sore, jika dalam hartaku ada hak yang harus aku berikan pada tempatnya, pastilah aku sudah memberikannya semata-mata karena Allah.”
Pada saat itu datanglah rombongan orang yang” bergaya sufi”. Mereka mengajak orang banyak untuk mengikuti kehidupan mereka yang sangat sederhana. Mendengar ucapan Imam Ja’far, mereka berkata, “Tampaknya sahabat kami ini tidak mampu membalas pembicaraan Tuan dan tidak dapat menyampaikan hujah.” Imam Ja’far berkata, “Tunjukkan hujah kalian.” Mereka menyahut, “Kami punya hujah dari Kitab Allah.” Kata Imam, “Tunjukkan dalil-dalilnya, karena Kitab Allah lebih wajib untuk diikuti dan diamalkan.ketimbang selainnya” Mereka berkata, “Allah swt mengabarkan sekelompok sahabat Nabi saw: di dalam kitab-Nya; Dan mereka mendahulukan orang-orang lain di atas diri mereka sendiri sekali pun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu; siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr; 9) Allah memuji mereka. Kemudian Allah berfirman dalam ayat yang lain; Mereka memberikan makanan yang mereka cintai kepada orang miskin, yatim, dan tawanan. Cukuplah bagi kami semua keterangan ini.”
Di antara yang hadir dalam majelis itu ada seseorang yang segera menukas, “Kami tidak melihat kalian (dengan maksud orang yang “Bergaya sufi” itu) menahan diri untuk tidak makan makanan yang baik. Malahan kalian memerintahkan orang lain untuk mengeluarkan harta mereka supaya kalian bersenang-senang dengan memanfaatkan harta mereka.” Imam berkata pada orang itu, “Tinggalkan olehmu apa yang tidak bermanfaat bagi kamu.” Setelah itu Imam berkata kepada mereka yang menyampaikan dalil-dalil dari Al- Quran itu, “Hai saudara-saudara, ceritakan kepadaku apakah kalian tahu nâsikh-mansûkh dalam Al-Quran, muhkam dan mutasyâbih-nya? Karena di sinilah umat ini banyak yang tersesat atau binasa.” Mereka menjawab: “Sebagian memang kami ketahui. Tetapi sebagian yang lain tidak.”
Dengan bertanya seperti itu, Imam Ja’far bermaksud untuk mengajarkan mereka untuk berhati-hati menafsirkan Al-Quran, tanpa bantuan ilmu yang memadai. Karena di dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang berlaku dalam konteks tertentu tetapi tidak pada konteks yang lain (nâsikh-mansûkh). Di dalamnya juga ada yang sangat jelas maknanya dan ada yang sekilas tampak ambigu (muhkam mutasyâbih). Setelah itu, Imam Ja’far berkata:“Apa yang kalian sebut sebagai keterangan dari Al-Quran tentang orang yang mendahulukan orang lain, walaupun diri mereka dan keluarga mereka kepayahan, perbuatan mereka itu hanyalah hal yang diperbolehkan bukan hal yang dilarang. Mereka mendapat pahala di sisi Allah. (Tidak ada perintah untuk melakukan perbuatan seperti itu. Mereka boleh saja melakukan hal demikian). Tetapi Allah setelah itu memerintahkan mereka untuk melakukan hal yang bertentang dengan apa yang mereka lakukan. Perintah Tuhan itu menjadi nâsikh (menghapuskan) bagi perbuatan mereka. Allah melarang mereka untuk berbuat demikian sebagai ungkapan kasih sayangnya kepada kaum mukmin. Supaya mereka tidak menyengsarakan dirinya dan keluarganya. Mungkin ada di antara mereka anak-anak kecil yang lemah, anak-anak, orang tua renta, orang yang sudah sangat tua yang tidak sanggup lagi menahan lapar. Jika aku menyedekahkan makananku kepada orang lain, padahal padaku tidak ada lagi makanan selain itu, pastilah semua keluargaku ditelantarkan dan binasa dalam keadaan lapar.
Karena itulah Rasulullah saw bersabda: Jika ada lima butir kurma atau lima dinar atau dirham yang dimiliki seseorang, kemudian ia ingin mengekalkan uang itu, maka yang paling utama ialah ia memberikannya kepada kedua orangtuanya, kemudian kepada dirinya dan keluarganya, kemudian kepada kerabat dan saudaranya kaum muslim, kemudian kepada tetangganya yang miskin, dan terakhir pada ranking kelima, ia mensedekahkannya di jalan Allah.
Seorang Anshar memerdekakan lima atau enam orang budak sebelum matinya, padahal ia tidak punya harta lain selain itu. Ia meninggalkan anak-anak kecil. Nabi saw pernah berkata kepada sahabatnya: ‘Sekiranya kalian memberitahukan kepadaku keadaan dia, aku tidak akan membiarkan kalian menguburkannya di pekuburan muslimin. Ia menelantarkan anak-anak kecil dan membiarkan mereka mengemis kepada orang lain.’ Kemudian Imam berkata: ‘Ayahku menyampaikan kepadaku dari Nabi saw bahwa ia bersabda; Mulailah dari tanggunganmu yang paling dekat, kemudian yang paling dekat, dan seterusnya!’
Kemudian, inilah yang difirmankan dalam Al-Quran, yang menolak argumentasi kalian dan diwajibkan kepada kalian oleh Tuhan yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana; Dan orang-orang yang apabila membelanjakan hartanya, mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan; 67). Tidakkah kalian perhatikan bahwa Allah mengecam orang yang berlebih-lebihan dalam menginfakkan hartanya? Pada ayat lain Allah swt berfirman, “Sesungguhnya Ia tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al-An’am; 141, QS. Al-A’raf; 31). Tuhan melarang mereka berlebihan dan melarang mereka kikir. Yang benar itu ialah yang berada di tengah-tengah. Seseorang tidak boleh memberikan seluruh hartanya, lalu setelah itu, ia berdoa agar Tuhan memberinya rezeki. Doa seperti itu tidak akan dikabulkan.
Rasulullah saw bersabda: Ada beberapa kelompok dari umatku yang doanya tidak akan dikabulkan; Doa seorang anak yang disampaikan untuk mencelakakan orang tuanya, doa seseorang untuk mencelakakan pengutangnya padahal ketika ia membuat transaksi tidak ada saksi, doa seorang lelaki untuk mencelakakan isterinya padahal Allah sudah menyerahkan tanggungjawab memelihara isteri itu di tangannya, dan doa seseorang yang duduk di rumah lalu ia tidak henti-hentinya bermohon: ‘Tuhanku berilah rezeki padaku’; kemudian ia tidak keluar rumah untuk mencari rezeki. Allah swt akan berkata kepadanya: ‘Wahai hamba-Ku, bukankah Aku sudah memberi jalan bagimu untuk mencari rezeki dan berusaha di bumi dengan modal tubuhmu yang sehat? Supaya kamu tidak bergantung pada orang lain. Jika Aku kehendaki, Aku akan memberi rezeki. Jika Aku kehendaki, Aku batasi rezeki kamu. Dan alasanmu Aku terima.’
“Selain itu, doa orang yang tidak akan Aku dengar adalah doa seseorang yang mendapat rezeki yang banyak dari Allah swt. Ia mengeluarkan semuanya kemudian ia kembali sambil berdoa: ‘Ya Rabbi, berilah aku rezeki’. Tuhan berfirman: ‘Bukankah Aku telah memberimu rezeki yang banyak. Kenapa kamu tidak berhemat seperti yang Aku perintahkan? Mengapa kamu berlebih-lebihan seperti yang Aku larang?’ Kemudian terakhir, doa yang tidak akan didengar Tuhan adalah doanya orang yang memutuskan silaturahim.’
“Allah mengajari Nabi-Nya bagaimana cara berinfak. Di suatu hari, pada diri Rasulullah saw ada beberapa uang emas. Ia tidak ingin tidur bersama uang itu. Kemudian ia mensedekahkannya. Pagi hari ada seseorang yang datang meminta bantuan kepadanya. Tapi Rasulullah tidak punya apa pun. Peminta itu kecewa karena Nabi saw tidak membantunya. Rasulullah saw juga berduka cita karena tidak dapat memberinya apa pun, padahal Nabi saw adalah orang yang sangat santun dan penuh kasih. Allah swt lalu mendidik beliau dengan firman-Nya: Janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu di kudukmu, jangan juga engkau buka selebar-lebarnya, nanti kamu duduk dalam keadaan menyesal dan rugi (QS. Al-Isra 29).”
Sofyan Al-Tsawri, bisa dibilang, mewakili pandangan sekelompok orang yang meyakini bahwa kesucian harus dicapai dengan mengorbankan segala-galanya, meninggalkan pekerjaan, memberikan seluruh harta, meninggalkan keluarga, mengasingkan diri, dan menjauhkan diri dari dunia. Konon, karena cinta dunia itu sumber segala kejahatan, akhirnya mereka memilih untuk membenci dunia.
Mujahadah dan Riyadhah.gaya Al-Tsawri, tidak bisa dibilang salah, karena memang ada segolongan orang yang karena “ kondisi tertentu harus menjalani model itu”, tetapi tidak dapat diterapkan sepenuhnya kepada semua orang, karena jika demikian, siapakah di antara kita yang harus membayar zakat, melakukan ibadah haji, mengurus orang yang lemah, membiayai pendidikan, melakukan penelitian ilmiah dan sebagainya ?, hanya melihat kehidupan tasawuf model ini, bisa melahirkan pendapat yang keliru dalam memandang tasawuf dan kehidupan Sufi yang oleh sebagian penentangnya, diidentikkan dengan kemiskinan, kelusuhan, dan bahkan kekotoran. Bisa bisa membuat orang takut belajar tasawuf dan menjalani kehidupan sufi karena kuatir menjadi miskin.
Imam Ja’far menunjukkan dengan argumentasi yang sangat fasih, bahwa tasawuf sejati tidak demikian. Ia menjelaskan bahwa kemiskinan yang disamakan dengan kesalihan berasal dari kekeliruan dalam memahami Al-Quran dan hadis. Tasawuf sejati bukan tidak memiliki dunia tetapi tidak dimiliki dunia. Sufi bukan berarti tidak mempunyai apa-apa, tetapi tidak dipunyai apa-apa.( Laisa Zuhud bian La tamlika Syaian , Innama Zuhud an laa yamlikaka dzalikas syaik), seperti hal ini ditegaskan oleh Imam Abil Hasan Ali Assadzili
Seorang sufi boleh saja, malah mungkin harus, memiliki kekayaan yang banyak; tetapi ia tidak akan melupakan kewajiban diri maupun hartanya, dalam meraih dan mendistribusikannya dan ia tidak meletakkan kebahagiaan pada kekayaannya. Hatinya tidak bergantung pada harta dan kekayaannya melainkan kepada ALLAH yang memberinya anugrah harta dan kekayaan itu.dan kepadanya sepenuhnya ia bersujud dan menumpahkan puji syukur.
Update : 14 / Oktober / 2005
Edisi 16 Th. 2-2005M/1426H
Silakan mengutip dengan mencantumkan nama almihrab.com
Hikmah Idul Fitri
Kurang dari dua minggu kedepan ini, selesai sudah tugas yang
dibebankan oleh Allah swt. kepada kita sekalian, orang-orang yang
beriman, untuk melatih diri kita mengendalikan semua keinginan dan
kemauan nafsu kita sendiri, agar kita sekalian dapat melaksanakan
perintah-perintah Allah yang pada dasarnya sangat dibenci oleh nafsu,
dan agar kita dapat meninggalkan larangan-larangan Allah swt. yang pada
dasarnya sangat disenangi oleh nafsu.
Selama berpuasa kita telah mampu menahan nafsu kita untuk tidak memakan ma-kanan milik kita sendiri di siang hari meskipun kita sangat lapar dan sendirian tanpa ada orang lain yang melihat kita, hanya karena kita takut melanggar larangan Allah swt. Selama berpuasa kita telah mampu menahan nafsu kita untuk tidak meminum minuman milik kita sendiri di siang hari meskipun kita sangat haus dan jauh dari penglihatan orang lain, hanya karena kita ingin mentaati perintah Allah swt. Selama berpuasa kita telah dapat menahan nafsu kita untuk tidak mengumpuli isteri kita sendiri di siang hari meskipun nafsu syahwat dari kedua belah fihak telah berkobar-kobar, hanya karena kita ingin menjadi orang yang bertaqwa kepada Allah swt. Sebab tujuan dari puasa itu justeru untuk menjadikan orang-orang yang melakukannya menjadi orang-orang yang bertaqwa kepada Allah swt. sebagai-mana firman Allah swt. dalam surat Al Baqarah ayat 183:
يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون.
Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu sekalian dapat bertaqwa.
Di hari Id Fitri, jiwa kita akan merasa tenang dan tenteram karena dosa-dosa kita kepada Allah swt. telah diampunkan oleh Allah swt. berkat puasa Ramadlan yang telah kita lakukan karena dorongan iman dan mengharapkan pahala dari Allah swt., sebagaimana sabda Nabi Besar Muhammad saw.:
من صام رمضان إيمانا واحتسابا غر له ما تقدّم من ذنبه
Barangsiapa yang berpuasa Ramadlan karena iman dan mengharapkan pahala, niscaya diampunkan baginya apa yang telah lalu dari dosanya.
Sesudah shalat hari raya nanti kita akan meminta maaf kepada keluarga kita, kaum kerabat dan famili kita, serta teman, tetangga dan kenalan kita dari kejahatan, kesalahan serta perbuatan dhalim yang pernah kita lakukan terhadap mereka, agar jiwa kita benar-benar terbebas dari dosa kepada Allah swt. dan kesalahan kepada sesama manusia. Dan dengan demikian kita akan dapat merasakan kebahagiaan yang sejati. Dalam surat Ali Imron ayat 112 Allah swt. telah berfirman:
ضربَتْ عليهم الذلّة أينما ثقوا إلاّ بحبل من الله وحبل من الناس … الآية
Mereka itu akan ditimpa kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka itu menyambung tali hubungan baik dengan Allah dan tali hubungan baik dengan sesama manusia.
Dengan menyambung tali hubungan baik dengan sesama manusia yang ditandai dengan masing-masing pribadi berani mengakui kesalahan dirinya dan berani meminta maaf kepada orang yang lebih muda usianya dan lebih rendah pangkat dan derajatnya, kehidupan masya rakat nampak rukun dan damai. Persatuan dan kesatuan masyarakat yang tulus dapat kita saksikan dengan jelas. Sedang persatuan dan kesatuan yang tulus dan murni dari sesuatu bangsa itu adalah merupakan salah satu kunci dari keberhasilan dalam mencapai pembangunan lahir dan bathin.
Sejarah telah membuktikan bahwa sewaktu Rasulullah saw. berada di Madinah selama sebelas tahun, beliau dan para sahabat beliau telah mengalami peperangan akibat serangan dari orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sebanyak 78 (tujuh puluh delapan) kali. Namun ummat Islam di bawah pimpinan Rasulullah saw. satu kalipun tidak pernah mengalami kekalahan. Di manakah kunci rahasia dari kemenangan ummat Islam pada zaman Rasulullah saw. dan juga pada zaman Khulafaur Rasyidin dalam peperangan melawan orang-orang kafir dan orang-orang musyrik? Kuncinya terletak pada tiga hal, yaitu:
1. Karena keimanan ummat Islam kepada Allah swt. dan kepada hari kiamat sangat tebal.
2. Karena kecintaan ummat Islam kepada Nabi Besar Muhammad saw. sangat mengalam.
3. Karena persatuan dan kesatuan ummat Islam sangat kuat.
Ad.1. Pada zaman Rasulullah saw. iman para sahabat kepada Allah swt. dan kepada hari kiamat adalah sangat tebal. Ketebalan iman mereka ini dibuktikan oleh sikap dari setiap orang Islam yang akan berangkat ke medan pertempuran yang selalu minta didoakan oleh seluruh anggauta keluarganya agar mati sebagai salah seorang syuhada’ dan jangan sampai pulang kembali ke rumah dalam keadaan hidup. Hal ini karena didorong oleh imannya yang sangat tebal bahwa orang yang mati syahid itu di hari kiamat kelak tidak termasuk orang yang boleh masuk sorga dan bukan termasuk orang yang dimasukkan ke dalam sorga, tetapi termasuk orang yang diberi sorga atau pemilik sorga, sehingga dapat menempati sorga tersebut tanpa dihisab. Sedang semua anggauta keluarganya juga yakin dengan keyakinan yang tebal bahwa orang yang mati syahid itu dapat memberikan syafa’at atau pertolongan kepada anggauta keluarganya sebanyak 70 (tujuh puluh) orang, sehingga dengan ikhlas hati mereka mau mendoakan agar yang berangkat ke medan laga menjadi orang yang mati syahid.
Jika yang berangkat ke medan perang itu kebetulan sudah tidak punya anggota keluarga sama sekali, dia langsung menghadap kepada Rasulullah saw. dan bertanya:
يَا رَسوْلَ الله، مَا ليْ إنْ قتلْت ي الْمَعْرَكَة؟
Ya Rasulullah, apakah bagianku jika aku mati dalam medan pertempuran? Jika Rasulullah saw. menjawab: لَكَ الْجَنَّة = Bagianmu adalah sorga!, maka harta benda yang dimilikinya diserahkan kepada Rasulullah saw.untuk diurusi dan dia berpamitan kepada Rasulullah saw. untuk mati di medan laga.
Inilah kunci pertama dari sebab kemenangan ummat Islam yang terus menerus da-lam berperang melawan orang-orang kafir dan orang-orang musyrik. Akan tetapi di kala ummat Islam sudah dihinggapi perasaan takut mati dan kecintaan kepada Nabi Muhammad saw. sudah diganti dengan kecintaan kepada duniawiyah, maka mereka menjadi ummat yang selalu kalah dalam berperang melawan orang-orang kafir dan orang-orang musyrik.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Rasulullah saw. pernah bersabda:
يوْشك الأمَم اَنْ تَدَاعَى عَلَيْكمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَة الَى قَصْعَتهَا. َقَالَ قَائلٌ : وَمنْ قلَّة نَحْن يَوْمَئذ؟ قَالَ : بَلْ اَنْتمْ يَوْمَئذ كَثيْرٌ وَلَكنَّكمْ غثَآءٌ كَغثَآء السَّيْل وَلَيَنْزعَنَّ الله منْ صدوْر عَدوّكم الْمَهَابَةَ منْكمْ وَلَيَقْذَنَّ الله ي قلوْبكم الْوَهْنَ! َقَالَ قَائلٌ : يَا رَسوْلَ الله، وَمَا الْوَهْن؟ قَالَ : حبّ الدّنْيَا وَكَرَاهيَة الْمَوْت – رواه أبو داود .
Hampir saja para ummat mengepung kamu sekalian wahai ummat Islam, sebagai mana tukang-tukang makan mengepung ambeng mereka!. Ada seorang sahabat berkata: Apakah karena pada waktu itu jumlah kami sedikit? Beliau bersabda: Bahkan jumlah ka-mu pada waktu itu banyak; akan tetapi kwalitas iman kamu sekalian adalah kwalitas buih, seperti buih banjir yang selalu mengikuti arah air. Dan sungguh Allah benar-benar akan mencabut dari dada musuhmu perasaan segan terhadap kamu dan Allah benar-benar akan meletakkan wahan pada hati kamu sekalian! Salah seorang sahabat berkata: Wahai Rasulullah, apakah wahan itu? Rasulullah bersabda: Cinta dunia dan benci mati.
Demikianlah keadaan ummat Islam di seluruh dunia sekarang ini, sudah tidak lagi disegani oleh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik, bahkan sudah dijadikan bulan-bulanan oleh mereka.
Pada masa Rasulullah saw. kecintaan ummat Islam kepada Rasulullah saw. adalah sangat mendalam. Jika mereka mendengar perjuangan membela Rasulullah saw. atau membela agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw., jangankan harta mereka, anak mereka, orang tua mereka dan semua orang yang mereka cintai, … diri mereka pun mereka korbankan sebagai bukti keimanan mereka, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
لاَ يؤْمن أَحَدكمْ حَتَّى اَكوْنَ اَحَبَّ الَيْه منْ نَْسه وَمَاله وَوَلَده وَوَالده وَالنَّاس اَجْمَعيْنَ .
Tiadalah beriman salah seorang dari kamu sekalian, sehingga aku lebih dicintai olehnya dari pada dirinya sendiri, hartanya, anaknya, orang tuanya dan manusia semuanya.
Inilah kunci yang kedua dari kemenangan ummat Islam pada zaman Rasulullah dan pada zaman sahabat dalam berperang melawan musuh-musuh mereka, sehingga daerah ummat Islam semakin luas. Akan tetapi pada saat kecintaan ummat Islam kepada Nabi Muhammad saw. sudah diganti dengan kecintaan kepada dunia seperti sekarang ini, maka ummat Islam selalu mengalami kekalahan dalam melawan musuh-musuh mereka, sebagaimana diisyaratkan oleh hadits Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Abu Dawud di atas.
Pada zaman Rasulullah saw. persatuan dan kesatuan ummat Islam adalah sangat kuat sekali. Mereka benar-benar mentaati perintah Allah swt. yang tersebut dalam surat Ali Imran ayat 103:
Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali Allah (agama Islam), dan janganlah kamu bercerai-berai; dan kenanglah nikmat Allah kepada kamu ketika kamu bermusuh-musuhan (semasa Jahiliyah dahulu), lalu Allah menyatukan di antara hati kamu (sehingga kamu bersatu padu dengan nikmat Islam), maka menjadilah kamu dengan nikmat Allah itu orang-orang Islam yang bersaudara. Dan kamu dahulu telah berada di tepi jurang neraka (disebabkan kekufuran kamu semasa Jahiliyah), lalu Allah selamatkan kamu dari neraka itu (disebabkan nikmat Islam juga). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat keterangan-Nya supaya kamu mendapat petunjuk hidayah-Nya.
Walaupun di antara para sahabat itu terdapat perbedaan-perbedaan pendapat, namun perbedaan pendapat yang ada di antara mereka itu tidak pernah merusak persatuan dan kesatuan mereka yang mereka manifestasikan dalam shalat berjama’ah lima waktu. Mereka tidak pernah menjadikan perbedaan tersebut sebagai alasan untuk bertengkar dan berpecah belah apalagi untuk berperang saudara. Mereka saling menghormati perbedaan pendapat yang ada di antara mereka, sehingga persatuan dan kesatuan dapat tetap terjaga dengan baik.
Inilah kunci ketiga dari kemenangan ummat Islam dalam setiap pertempuran. Akan tetapi setelah ummat Islam sudah tidak lagi mau mentaati perintah Allah swt. yang tersebut dalam surat Ali Imron ayat 103 di atas, maka perbedaan pendapat yang tidak prinsip pun telah dapat memecah belah dan menghancurkan persatuan dan kesatuan ummat Islam. Karena terdorong oleh sifat ambisi dan gila hormat serta ingin menang sendiri, maka di negara Indonesia yang tercinta ini telah terjadi berbagai macam kerusuhan, penjarahan, tindakan kekerasan, dan bahkan pembunuhan di mana-mana. Padahal sekarang ini bangsa Indonesia sedang menginginkan keadaan dan tatanan dalam segala bidang yang lebih baik dari pada apa yang pernah kita alami dengan mengadakan reformasi. Akan tetapi jika untuk mencapai tujuan reformasi tersebut sudah kita hancurkan lebih dahulu persatuan dan kesatuan bangsa, mungkinkah tujuan reformasi secara total yang kita dambakan itu dapat terwujud? Lebih-lebih dalam menghadapi berbagai macam krisis yang dialami oleh bangsa Indonesia sekarang ini, kita bangsa Indonesia tidak akan mampu menanggulangi dan menyelesaikannya, jika masing-masing kelompok masyarakat dari bangsa Indonesia tidak mampu menahan diri untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Lalu apa artinya latihan menahan diri dan menahan nafsu selama bulan Ramadlan jika setelah bulan Ramadlan kita tidak mampu mengamalkan hasil latihan tersebut dalam kehidupan sehari-hari?
Marilah kita perhatikan firman Allah dalam surat Al Anfal ayat 46:
وَاَطيْعوا اللهَ وَرَسوْلَه وَلاَ تَنَازَعوْا َتَْشَلوْا وَتَذْهَبَ ريْحكمْ وَاصْبروْا إنَّ اللهَ مَعَ الصَّابريْنَ.
Dan taatlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berbantah-bantah (berteengkar); kalau tidak, niscaya kamu menjadi lemah semangat dan hilang kekuatan kamu, dan bersabarlah (menghadapi segala kesukaran dengan cekal hati); sesungguhnya Allalh beserta orang-orang yang sabar.
Akhirnya marilah kita memohon kepada Allah swt. semog Allah swt. berkenan menyelamatkan bangsa Indonesia dari pertikaian, perpecahan dan kehancuran, dan semoga berkenan mengantarkan bangsa Indonesia mencapai cita-citanya yang menjadi tujuan reformasi dengan aman dan selamat, serta berkenan memaafkan segala dosa, kesalahan, kekurangan, kekhilafan dan kedhaliman kita sekalian bangsa Indonesia. Amin!
KH Masduqi Machfudz
Selama berpuasa kita telah mampu menahan nafsu kita untuk tidak memakan ma-kanan milik kita sendiri di siang hari meskipun kita sangat lapar dan sendirian tanpa ada orang lain yang melihat kita, hanya karena kita takut melanggar larangan Allah swt. Selama berpuasa kita telah mampu menahan nafsu kita untuk tidak meminum minuman milik kita sendiri di siang hari meskipun kita sangat haus dan jauh dari penglihatan orang lain, hanya karena kita ingin mentaati perintah Allah swt. Selama berpuasa kita telah dapat menahan nafsu kita untuk tidak mengumpuli isteri kita sendiri di siang hari meskipun nafsu syahwat dari kedua belah fihak telah berkobar-kobar, hanya karena kita ingin menjadi orang yang bertaqwa kepada Allah swt. Sebab tujuan dari puasa itu justeru untuk menjadikan orang-orang yang melakukannya menjadi orang-orang yang bertaqwa kepada Allah swt. sebagai-mana firman Allah swt. dalam surat Al Baqarah ayat 183:
يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون.
Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu sekalian dapat bertaqwa.
Di hari Id Fitri, jiwa kita akan merasa tenang dan tenteram karena dosa-dosa kita kepada Allah swt. telah diampunkan oleh Allah swt. berkat puasa Ramadlan yang telah kita lakukan karena dorongan iman dan mengharapkan pahala dari Allah swt., sebagaimana sabda Nabi Besar Muhammad saw.:
من صام رمضان إيمانا واحتسابا غر له ما تقدّم من ذنبه
Barangsiapa yang berpuasa Ramadlan karena iman dan mengharapkan pahala, niscaya diampunkan baginya apa yang telah lalu dari dosanya.
Sesudah shalat hari raya nanti kita akan meminta maaf kepada keluarga kita, kaum kerabat dan famili kita, serta teman, tetangga dan kenalan kita dari kejahatan, kesalahan serta perbuatan dhalim yang pernah kita lakukan terhadap mereka, agar jiwa kita benar-benar terbebas dari dosa kepada Allah swt. dan kesalahan kepada sesama manusia. Dan dengan demikian kita akan dapat merasakan kebahagiaan yang sejati. Dalam surat Ali Imron ayat 112 Allah swt. telah berfirman:
ضربَتْ عليهم الذلّة أينما ثقوا إلاّ بحبل من الله وحبل من الناس … الآية
Mereka itu akan ditimpa kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka itu menyambung tali hubungan baik dengan Allah dan tali hubungan baik dengan sesama manusia.
Dengan menyambung tali hubungan baik dengan sesama manusia yang ditandai dengan masing-masing pribadi berani mengakui kesalahan dirinya dan berani meminta maaf kepada orang yang lebih muda usianya dan lebih rendah pangkat dan derajatnya, kehidupan masya rakat nampak rukun dan damai. Persatuan dan kesatuan masyarakat yang tulus dapat kita saksikan dengan jelas. Sedang persatuan dan kesatuan yang tulus dan murni dari sesuatu bangsa itu adalah merupakan salah satu kunci dari keberhasilan dalam mencapai pembangunan lahir dan bathin.
Sejarah telah membuktikan bahwa sewaktu Rasulullah saw. berada di Madinah selama sebelas tahun, beliau dan para sahabat beliau telah mengalami peperangan akibat serangan dari orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sebanyak 78 (tujuh puluh delapan) kali. Namun ummat Islam di bawah pimpinan Rasulullah saw. satu kalipun tidak pernah mengalami kekalahan. Di manakah kunci rahasia dari kemenangan ummat Islam pada zaman Rasulullah saw. dan juga pada zaman Khulafaur Rasyidin dalam peperangan melawan orang-orang kafir dan orang-orang musyrik? Kuncinya terletak pada tiga hal, yaitu:
1. Karena keimanan ummat Islam kepada Allah swt. dan kepada hari kiamat sangat tebal.
2. Karena kecintaan ummat Islam kepada Nabi Besar Muhammad saw. sangat mengalam.
3. Karena persatuan dan kesatuan ummat Islam sangat kuat.
Ad.1. Pada zaman Rasulullah saw. iman para sahabat kepada Allah swt. dan kepada hari kiamat adalah sangat tebal. Ketebalan iman mereka ini dibuktikan oleh sikap dari setiap orang Islam yang akan berangkat ke medan pertempuran yang selalu minta didoakan oleh seluruh anggauta keluarganya agar mati sebagai salah seorang syuhada’ dan jangan sampai pulang kembali ke rumah dalam keadaan hidup. Hal ini karena didorong oleh imannya yang sangat tebal bahwa orang yang mati syahid itu di hari kiamat kelak tidak termasuk orang yang boleh masuk sorga dan bukan termasuk orang yang dimasukkan ke dalam sorga, tetapi termasuk orang yang diberi sorga atau pemilik sorga, sehingga dapat menempati sorga tersebut tanpa dihisab. Sedang semua anggauta keluarganya juga yakin dengan keyakinan yang tebal bahwa orang yang mati syahid itu dapat memberikan syafa’at atau pertolongan kepada anggauta keluarganya sebanyak 70 (tujuh puluh) orang, sehingga dengan ikhlas hati mereka mau mendoakan agar yang berangkat ke medan laga menjadi orang yang mati syahid.
Jika yang berangkat ke medan perang itu kebetulan sudah tidak punya anggota keluarga sama sekali, dia langsung menghadap kepada Rasulullah saw. dan bertanya:
يَا رَسوْلَ الله، مَا ليْ إنْ قتلْت ي الْمَعْرَكَة؟
Ya Rasulullah, apakah bagianku jika aku mati dalam medan pertempuran? Jika Rasulullah saw. menjawab: لَكَ الْجَنَّة = Bagianmu adalah sorga!, maka harta benda yang dimilikinya diserahkan kepada Rasulullah saw.untuk diurusi dan dia berpamitan kepada Rasulullah saw. untuk mati di medan laga.
Inilah kunci pertama dari sebab kemenangan ummat Islam yang terus menerus da-lam berperang melawan orang-orang kafir dan orang-orang musyrik. Akan tetapi di kala ummat Islam sudah dihinggapi perasaan takut mati dan kecintaan kepada Nabi Muhammad saw. sudah diganti dengan kecintaan kepada duniawiyah, maka mereka menjadi ummat yang selalu kalah dalam berperang melawan orang-orang kafir dan orang-orang musyrik.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Rasulullah saw. pernah bersabda:
يوْشك الأمَم اَنْ تَدَاعَى عَلَيْكمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَة الَى قَصْعَتهَا. َقَالَ قَائلٌ : وَمنْ قلَّة نَحْن يَوْمَئذ؟ قَالَ : بَلْ اَنْتمْ يَوْمَئذ كَثيْرٌ وَلَكنَّكمْ غثَآءٌ كَغثَآء السَّيْل وَلَيَنْزعَنَّ الله منْ صدوْر عَدوّكم الْمَهَابَةَ منْكمْ وَلَيَقْذَنَّ الله ي قلوْبكم الْوَهْنَ! َقَالَ قَائلٌ : يَا رَسوْلَ الله، وَمَا الْوَهْن؟ قَالَ : حبّ الدّنْيَا وَكَرَاهيَة الْمَوْت – رواه أبو داود .
Hampir saja para ummat mengepung kamu sekalian wahai ummat Islam, sebagai mana tukang-tukang makan mengepung ambeng mereka!. Ada seorang sahabat berkata: Apakah karena pada waktu itu jumlah kami sedikit? Beliau bersabda: Bahkan jumlah ka-mu pada waktu itu banyak; akan tetapi kwalitas iman kamu sekalian adalah kwalitas buih, seperti buih banjir yang selalu mengikuti arah air. Dan sungguh Allah benar-benar akan mencabut dari dada musuhmu perasaan segan terhadap kamu dan Allah benar-benar akan meletakkan wahan pada hati kamu sekalian! Salah seorang sahabat berkata: Wahai Rasulullah, apakah wahan itu? Rasulullah bersabda: Cinta dunia dan benci mati.
Demikianlah keadaan ummat Islam di seluruh dunia sekarang ini, sudah tidak lagi disegani oleh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik, bahkan sudah dijadikan bulan-bulanan oleh mereka.
Pada masa Rasulullah saw. kecintaan ummat Islam kepada Rasulullah saw. adalah sangat mendalam. Jika mereka mendengar perjuangan membela Rasulullah saw. atau membela agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw., jangankan harta mereka, anak mereka, orang tua mereka dan semua orang yang mereka cintai, … diri mereka pun mereka korbankan sebagai bukti keimanan mereka, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
لاَ يؤْمن أَحَدكمْ حَتَّى اَكوْنَ اَحَبَّ الَيْه منْ نَْسه وَمَاله وَوَلَده وَوَالده وَالنَّاس اَجْمَعيْنَ .
Tiadalah beriman salah seorang dari kamu sekalian, sehingga aku lebih dicintai olehnya dari pada dirinya sendiri, hartanya, anaknya, orang tuanya dan manusia semuanya.
Inilah kunci yang kedua dari kemenangan ummat Islam pada zaman Rasulullah dan pada zaman sahabat dalam berperang melawan musuh-musuh mereka, sehingga daerah ummat Islam semakin luas. Akan tetapi pada saat kecintaan ummat Islam kepada Nabi Muhammad saw. sudah diganti dengan kecintaan kepada dunia seperti sekarang ini, maka ummat Islam selalu mengalami kekalahan dalam melawan musuh-musuh mereka, sebagaimana diisyaratkan oleh hadits Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Abu Dawud di atas.
Pada zaman Rasulullah saw. persatuan dan kesatuan ummat Islam adalah sangat kuat sekali. Mereka benar-benar mentaati perintah Allah swt. yang tersebut dalam surat Ali Imran ayat 103:
Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali Allah (agama Islam), dan janganlah kamu bercerai-berai; dan kenanglah nikmat Allah kepada kamu ketika kamu bermusuh-musuhan (semasa Jahiliyah dahulu), lalu Allah menyatukan di antara hati kamu (sehingga kamu bersatu padu dengan nikmat Islam), maka menjadilah kamu dengan nikmat Allah itu orang-orang Islam yang bersaudara. Dan kamu dahulu telah berada di tepi jurang neraka (disebabkan kekufuran kamu semasa Jahiliyah), lalu Allah selamatkan kamu dari neraka itu (disebabkan nikmat Islam juga). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat keterangan-Nya supaya kamu mendapat petunjuk hidayah-Nya.
Walaupun di antara para sahabat itu terdapat perbedaan-perbedaan pendapat, namun perbedaan pendapat yang ada di antara mereka itu tidak pernah merusak persatuan dan kesatuan mereka yang mereka manifestasikan dalam shalat berjama’ah lima waktu. Mereka tidak pernah menjadikan perbedaan tersebut sebagai alasan untuk bertengkar dan berpecah belah apalagi untuk berperang saudara. Mereka saling menghormati perbedaan pendapat yang ada di antara mereka, sehingga persatuan dan kesatuan dapat tetap terjaga dengan baik.
Inilah kunci ketiga dari kemenangan ummat Islam dalam setiap pertempuran. Akan tetapi setelah ummat Islam sudah tidak lagi mau mentaati perintah Allah swt. yang tersebut dalam surat Ali Imron ayat 103 di atas, maka perbedaan pendapat yang tidak prinsip pun telah dapat memecah belah dan menghancurkan persatuan dan kesatuan ummat Islam. Karena terdorong oleh sifat ambisi dan gila hormat serta ingin menang sendiri, maka di negara Indonesia yang tercinta ini telah terjadi berbagai macam kerusuhan, penjarahan, tindakan kekerasan, dan bahkan pembunuhan di mana-mana. Padahal sekarang ini bangsa Indonesia sedang menginginkan keadaan dan tatanan dalam segala bidang yang lebih baik dari pada apa yang pernah kita alami dengan mengadakan reformasi. Akan tetapi jika untuk mencapai tujuan reformasi tersebut sudah kita hancurkan lebih dahulu persatuan dan kesatuan bangsa, mungkinkah tujuan reformasi secara total yang kita dambakan itu dapat terwujud? Lebih-lebih dalam menghadapi berbagai macam krisis yang dialami oleh bangsa Indonesia sekarang ini, kita bangsa Indonesia tidak akan mampu menanggulangi dan menyelesaikannya, jika masing-masing kelompok masyarakat dari bangsa Indonesia tidak mampu menahan diri untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Lalu apa artinya latihan menahan diri dan menahan nafsu selama bulan Ramadlan jika setelah bulan Ramadlan kita tidak mampu mengamalkan hasil latihan tersebut dalam kehidupan sehari-hari?
Marilah kita perhatikan firman Allah dalam surat Al Anfal ayat 46:
وَاَطيْعوا اللهَ وَرَسوْلَه وَلاَ تَنَازَعوْا َتَْشَلوْا وَتَذْهَبَ ريْحكمْ وَاصْبروْا إنَّ اللهَ مَعَ الصَّابريْنَ.
Dan taatlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berbantah-bantah (berteengkar); kalau tidak, niscaya kamu menjadi lemah semangat dan hilang kekuatan kamu, dan bersabarlah (menghadapi segala kesukaran dengan cekal hati); sesungguhnya Allalh beserta orang-orang yang sabar.
Akhirnya marilah kita memohon kepada Allah swt. semog Allah swt. berkenan menyelamatkan bangsa Indonesia dari pertikaian, perpecahan dan kehancuran, dan semoga berkenan mengantarkan bangsa Indonesia mencapai cita-citanya yang menjadi tujuan reformasi dengan aman dan selamat, serta berkenan memaafkan segala dosa, kesalahan, kekurangan, kekhilafan dan kedhaliman kita sekalian bangsa Indonesia. Amin!
KH Masduqi Machfudz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar