BI Akui Rupiah Jeblok Karena Pelaku Pasar Tunggu Hasil Sidang MK
- Bank
- 0
- 21 Agu 2014 15:39
Ilustrasi Rupiah (Liputan6.com/Johan Fatzry)
Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo menyatakan pasar keuangan masih menunggu hasil sidang sengketa pemilihan presiden (pilpres) dari Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terkoreksi hari ini.
"Terkait balance of payment, defisit transaksi berjalan, BI Rate sudah disampaikan, sekarang yang jadi perhatian pasar adalah keputusan MK. Apakah akan ada dampaknya ke market," ujarnya saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (21/8/2014).
Sementara pelaku pasar dunia, termasuk Indonesia, sambung Agus, sangat mewaspadai hasil rapat The Fed mengenai kepastian kenaikan tingkat suku bunga AS di tengah optimisme perbaikan ekonomi dunia pada tahun depan sebesar 3,8 persen.
"Terkait balance of payment, defisit transaksi berjalan, BI Rate sudah disampaikan, sekarang yang jadi perhatian pasar adalah keputusan MK. Apakah akan ada dampaknya ke market," ujarnya saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (21/8/2014).
Sementara pelaku pasar dunia, termasuk Indonesia, sambung Agus, sangat mewaspadai hasil rapat The Fed mengenai kepastian kenaikan tingkat suku bunga AS di tengah optimisme perbaikan ekonomi dunia pada tahun depan sebesar 3,8 persen.
Namun demikian, dia mengimbau agar pemerintah dan BI dapat merespon tekanan defisit transaksi berjalan akibat subsidi bahan bakar minyak (BBM).
Beruntung, kondisi tersebut masih disokong dengan aliran investasi asing yang masuk ke Indonesia sehingga dapat menutup defisit tersebut.
"Isu defisit transaksi berjalan dan besarnya anggaran subsidi BBM perlu disikapi. Isu kedua yang perlu diperhatikan lagi adalah inflasi karena target inflasi 4,5 plus minus satu persen belum memperhitungkan kalau ada kenaikan harga BBM subsidi, penyesuaian tarif dasar listrik dan harga elpiji 12 kg," jelas Agus.
Isu ketiga, dia bilang, terkait fiskal karena anggaran subsidi BBM sudah membengkak, produksi minyak cenderung rendah, namun penerimaan negara mengalami penurunan.
"Dan isu keempat, mewaspadai perkembangan dari The Fed kalau kebijakan menaikkan suku bunga direspon negatif oleh pasar khususnya portfolio investment," pungkas Agus. (Fik/Nrm)
"Isu defisit transaksi berjalan dan besarnya anggaran subsidi BBM perlu disikapi. Isu kedua yang perlu diperhatikan lagi adalah inflasi karena target inflasi 4,5 plus minus satu persen belum memperhitungkan kalau ada kenaikan harga BBM subsidi, penyesuaian tarif dasar listrik dan harga elpiji 12 kg," jelas Agus.
Isu ketiga, dia bilang, terkait fiskal karena anggaran subsidi BBM sudah membengkak, produksi minyak cenderung rendah, namun penerimaan negara mengalami penurunan.
"Dan isu keempat, mewaspadai perkembangan dari The Fed kalau kebijakan menaikkan suku bunga direspon negatif oleh pasar khususnya portfolio investment," pungkas Agus. (Fik/Nrm)
Credit: Nurmayanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar