Bambang Soesatyo Golkar: Jokowi-JK Beda Cara Pandang
- Indonesia Baru
- 11
- 25 Agu 2014 13:47
Bambang Soesatyo (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)
Liputan6.com, Jakarta - Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan wakilnya Jusuf Kalla dinilai memiliki perbedaan pandangan yang tajam dalam beberapa isu penting. Anggota DPR Bambang Soesatyo mengatakan, perbedaan itu salah satunya terkait porsi menteri yang akan mengisi kabinet pemerintahan mendatang.
Jokowi, tutur dia, sejak awal mengatakan tidak ada politik transaksional yang dilakukan koalisinya. Itu artinya, posisi menteri cenderung lebih banyak diisi kalangan profesional. Atau, menteri harus melepas jabatan politik di parpol.
"Tapi, JK memiliki perbedaan pendapat. Menurut JK, menteri dari kalangan politisi tak boleh dihapus. Kabinet tak bisa lepas dari politik, dan karenanya patut menghargai suara parpol," kata Bambang melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Senin (25/8/2014).
Belum lagi tentang opsi konstruksi kabinet yang akan berjalan selama pemerintahan keduanya. Bambang mengatakan, tim transisi pimpinan Rini Soemarno mengusulkan perampingan dari 34 kementerian menjadi hanya 27 kementerian. Implikasinya penghematan APBN sebesar Rp 3,8 triliun.
"Lagi-lagi JK menolak usulan itu. JK menilai perampingan dan penggabungan kementerian tidak otomatis bisa menghemat anggaran, karena pemerintah baru tidak mungkin menawarkan program pemutusan hubungan kerja bagi pegawai negeri sipil (PNS)," lanjut politisi Partai Golkar itu.
Jokowi, menurut dia, memang punya hasrat besar untuk mengubah birokrasi dan sistem kementerian yang saat ini dirasa kurang efektif. Tapi, JK menilai perubahan harus dilakukan secara perlahan karena butuh adaptasi bagi kementerian.
"JK bilang, pemerintah baru jangan terlalu ekstrem dan radikal. Karena butuh adaptasi berbulan-bulan. Padahal Jokowi ingin langsung bekerja," sebut Bambang.
Dari berbagai permasalahan itu, Bambang menilai baik Jokowi maupun JK harus menemukan titik temu antara perbedaan pandangan itu agar pemerintahan ke depan dapat berjalan dengan baik.
"Dari beda cara pandang itu, publik melihat ada tantangan, tepatnya mungkin persoalan internal yang sedang menyelimuti kedua calon pemimpin itu, mampukah Jokowi-JK menemukan jalan keluar dari beda cara pandang itu? Itulah yang kini ditunggu publik," tutup Bambang.
Jokowi, tutur dia, sejak awal mengatakan tidak ada politik transaksional yang dilakukan koalisinya. Itu artinya, posisi menteri cenderung lebih banyak diisi kalangan profesional. Atau, menteri harus melepas jabatan politik di parpol.
"Tapi, JK memiliki perbedaan pendapat. Menurut JK, menteri dari kalangan politisi tak boleh dihapus. Kabinet tak bisa lepas dari politik, dan karenanya patut menghargai suara parpol," kata Bambang melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Senin (25/8/2014).
Belum lagi tentang opsi konstruksi kabinet yang akan berjalan selama pemerintahan keduanya. Bambang mengatakan, tim transisi pimpinan Rini Soemarno mengusulkan perampingan dari 34 kementerian menjadi hanya 27 kementerian. Implikasinya penghematan APBN sebesar Rp 3,8 triliun.
"Lagi-lagi JK menolak usulan itu. JK menilai perampingan dan penggabungan kementerian tidak otomatis bisa menghemat anggaran, karena pemerintah baru tidak mungkin menawarkan program pemutusan hubungan kerja bagi pegawai negeri sipil (PNS)," lanjut politisi Partai Golkar itu.
Jokowi, menurut dia, memang punya hasrat besar untuk mengubah birokrasi dan sistem kementerian yang saat ini dirasa kurang efektif. Tapi, JK menilai perubahan harus dilakukan secara perlahan karena butuh adaptasi bagi kementerian.
"JK bilang, pemerintah baru jangan terlalu ekstrem dan radikal. Karena butuh adaptasi berbulan-bulan. Padahal Jokowi ingin langsung bekerja," sebut Bambang.
Dari berbagai permasalahan itu, Bambang menilai baik Jokowi maupun JK harus menemukan titik temu antara perbedaan pandangan itu agar pemerintahan ke depan dapat berjalan dengan baik.
"Dari beda cara pandang itu, publik melihat ada tantangan, tepatnya mungkin persoalan internal yang sedang menyelimuti kedua calon pemimpin itu, mampukah Jokowi-JK menemukan jalan keluar dari beda cara pandang itu? Itulah yang kini ditunggu publik," tutup Bambang.
Credit: Rinaldo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar