JAWABAN YANG MENYUDUTKAN
AHLUSSUNNAH WALJAMAAH
Telah
disampaikan kepada saya mengenai lembaran pernyataan yang menyudutkan
ahlussunnah waljamaah, pertama kali yang muncul dalam hati saya adalah :
1. Lembaran ini bermaksud memecah belah muslimin, membawa fitnah untuk
merisaukan masyarakat awam.
2.
Saya tak percaya bahwa lembaran ini ditulis oleh para ulama, karena
terlalu dangkal sekali dan menunjukkan kebodohan dan awam terhadap ilmu
syariah, barangkali lembaran ini hanya ditulis oleh para pemuda yang
iseng belaka, namun saya akan coba jelaskan satu persatu Insya Allah.
DALAM HAL SHOLAT
1. Agar meninggalkan kebiasaan membaca Usholi dengan suara keras. Karena
niat itu pekerjaan hati, cukup dalam hati saja.
JAWAB
Hal
ini merupakan ijtihad Imam Syafii Rahimahullah, barangkali anda belum
mengenal siapa imam syafii, Imam Syafii adalah Imam besar yang lahir
pada th 150 H, beliau adalah murid Al hafidh Al Muhaddits Imam Malik
rahimahullah, beliau sudah hafidh alqur’an sebelum usia baligh, dan ia
sudah melewati derajat Al Hafidh dimasa mudanya, yaitu telah hafal 100
ribu hadits dengan sanad dan matan, dan beliau telah pula melewati
derajat Alhujjah dimasa dewasanya, yaitu hafal 300 ribu hadits dengan
sanad dan matan,
Beliau kemudian terus memperdalam Syariah dan hadits hingga diakui oleh para
Muhadditsin
sebagai Imam, dan salah satu murid beliau sendiri yaitu Imam Hanbali
(Ahmad bin Hanbal) hafal 1 Juta hadits dengan sanad dan matan, dan murid
Imam syafii banyak yang sudah menjadi Muhaddits dan Imam pula, ratusan
para Muhaddits dan Imam yang juga bermadzhabkan syafii jauh setelah
beliau wafat, diantaranya Alhafidh Al Muhaddits Imam Jalaluddin
Abdurrahman Assuyuthi, Imam Al Hafidh AL Muhaddits Syarafuddin Abu
Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawi, Al Hafidh Al Imam Ibn Hajar Al
Atsqalaniy dan imam imam lainnya, Maka sangkalan anda batil karena anda
hanya menyangkal tanpa ilmu, bukan seorang mujtahid, apalagi Muhaddits,
mengenai penggunaan lafadh itu sudah muncul dalam kalangan Imam Madzhab,
maka yang bermadzhabkan syafii boleh menggunakannya, dan tak satupun
dalil atau ucapan para Imam dan muhadditsin yang mengharamkannya, lalu
bagaimana anda mengharamkannya?
2.
Ba’da shalat, imam tidak perlu baca wirid, dzikir dengan suara keras,
cukup dalam hati, dan imam ba’da shalat tidak perlu memimpin do’a
bersama dengan jama’ah. Imam dan jama’ah berdo’a sendiri- sendiri dalam
hati.
JAWAB
Rasulullah saw bila selesai dari shalatnya berucap Astaghfirullah 3X lalu berdoa
Allahumma antassalam, wa minkassalaam….dst” (Shahih muslim hadits no.591,592)
Kudengar Rasulullah saw bila selesai shalat membaca : Laa ilaaha
illallahu wahdahu Laa syariikalah, lahulmulku wa lahulhamdu…dst dan
membaca Allahumma Laa Maani’a limaa a’thaiyt, wala mu’thiy…dst” (shahih
Muslim hadits no.593) Hadits semakna pada Shahih Bukhari hadits no.808,
dan masih banyak puluhan hadits shahih yang menjelaskan bahwa Rasul saw
berdzikir selepas shalat dengan suara keras, sahabat mendengarnya dan
mengikutinya, hal ini sudah dijalankan oleh para sahabat radhiyallahu
‘anhum, lalu tabi’in dan para Imam dan Muhadditsin tak ada yang
menentangnya.
Mengenai
doa bersama sama Demi Allah tak ada yang mengharamkannya, tidak pada
Alqur’an, tidak pada hadits shahih, tidak Qaul sahabat, tidak pula
pendapat Imam Madzhab.
3. Jama’ah ba’da shalat, tidak perlu mencium tangan imam, cukup Bersalaman saja.
JAWAB
Kebiasaan
mencium tangan merupakan kebiasaan baik sebagai tanda penghormatan, hal
ini telah dilakukan dan diajarkan oleh Rasulullah saw, sebagaimana
diriwayatkan bahwa Ibn Abbas ra setelah wafatnya Rasul saw beliau
berguru pada Zeyd bin Tsabit ra, maka Ibn Abbas ra disuatu hari menuntun
tunggangan Zeyd bin tsabit ra, maka berkata Zeyd ra : “jangan kau
berbuat itu”, maka berkata Ibn Abbas ra : “beginilah kita diperintah utk
menghormati ulama ulama kita”, maka turunlah Zeyd bin tsabit ra dari
tunggangannya seraya mencium tangan Ibn Abbas ra dan berkata :
“Beginilah kita diperintah memuliakan keluarga Rasulullah saw”. (Faidhul
Qadir oleh Al hafidh Al Imam Abdurra’uf Almanaawiy Juz 2 hal 22),
(Is’aful Mubtha’ oleh Al Hafidh Al Muhaddits Imam Assuyuthi ).
Anda lihat kalimat : “beginilah kita diperintah..”, kiranya siapa yang memerintah
mereka?, siapa yang mengajari mereka?, mereka tak punya guru selain Muhammad Rasulullah saw.
Riwayat
lain adalah ketika Ka’b bin malik ra gembira karena taubatnya diterima
Allah swt, ia datang kepada Rasul saw dan mencium tangan dan juga kedua
paha beliau saw (Fathul Baari Al masyhur oleh Imam Al Hafidh Al
Muhaddits Ibn Hajar Al Atsqalaniy juz 8 hal 122)
Riwayat lain : “Kami mendekat pada Nabi saw dan mencium tangan nabi saw” (Sunan Imam Al Baihaqi Alkubra hadits no.13.362)
Riwayat lain : “Berkata Tamiim ra bahwa Mencium tangan adalah sunnah”. (Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13.363)
Demikian Rasul saw tak melarang cium tangan, demikian para sahabat radhiyallahu’anhum melakukannya.
4.
Dalam shalat subuh, imam tidak perlu membaca do’a qunut, kecuali bila
ada suatu bahaya terhadap kehidupan umat Islam secara keseluruhan. Do’a
qunut boleh dibaca disetiap shalat, bila ada keperluan yang bersifat
darurat, tidak hanya dalam shalat subuh.
JAWAB
Berikhtilaf
para Imam Madzhab mengenai pembacaan doa qunut, dan Imam Syafii
berpendapat bahwa Qunut itu diwaktu setiap subuh, dan Imam Hanbali dan
Imam Malik berpendapat Qunut adalah setiap waktu shalat.
Namun
satu hal.. tidak ada yang mengharamkan Qunut dibaca setiap subuh,
bahkan para Mufassirin menjelaskan tak ada qunut kecuali saat shalat
subuh, sebagaimana diriwayatkan pada tafsir Imam Attabari Juz 2 hal 566,
dan ini merupakan Ijtihad para Imam yang mengeluarkan pendapat dengan
beribu pertimbangan, dengan keluasan ilmu syariah yang mendalam, dan
telah diakui pula oleh puluhan Imam dan ratusan Huffadhulhadits dan
Muhadditsin setelah mereka, maka menyangkal dan mengharamkan hal ini
adalah kesesatan yang nyata.
5.
Shalat Rawatib / shalat sunah qobliah / ba’diah adalah sebagai berikut :
Qobla subuh, qobla dan ba’da dhuhur, shalat ashar tidak ada rawatib,
ba’da magrib dan ba’da shalat isya.
JAWAB
Banyak
riwayat lain mengenai rawatib Qabliyah asar, bahwa Rasul saw shalat
Rawatib Qabliyah Asar dan tak pernah meninggalkannya (Shahih Imam Ibn
Khuzaimah hadits no.1114, 1118, Shahih Ibn hibban hadits no.2452, Mustadrak ala shahihain hadits no.1173, Sunan Attirmidziy hadits no.429
dan masih terdapat belasan riwayat hadits shahih mengenai shalat
Qabliyah Asar diantaranya diriwayatkan pada Shahih Ibn Hibban, Shahih
Muslim dll.
DALAM SHALAT JUM’AT
1. Sebelum khotib naik mimbar, tidak ada adzan dan tidak ada shalat sunat
qobla jum’at
JAWAB
Diriwayatkan
bahwa ketika jamaah jumat semakin banyak di Madinah maka Khalifah
Utsman bin Affan ra menambahkan adzan jumat dengan dua adzan (shahih
Bukhari hadits no.870,871,874),
maka menggunakan dua adzan ini merupakan sunnah hukumnya, karena Rasul
saw telah bersabda : “Berpeganglah kalian pada sunnahku dan sunnah
khulafa’urrasyidin para pembawa petunjuk” (shahih Ibn Hibbah, Mustadrak
ala shahihain).
Maka
tidak sepantasnya kita muslimin menghapuskan hal hal yang telah
dilakukan oleh para sahabat, karena sungguh mereka jauh lebih mengerti
mana yang baik dijalankan dan mana yang tak perlu dijalankan,
pengingkaran atas perbuatan sahabat berarti menganggap diri kita lebih
mengetahui syariah dari mereka, dan hal ini merupakan pengingkaran atas
hadits Rasul saw yang memerintahkan kita berpegang pada sunnah beliau
dan sunnah khulafa’urrasyidin, maka pengingkaran atas hal ini merupakan
kesesatan dan kebodohan yang nyata.
Mengenai shalat dua rakaat sebelum jum’at hal itu adalah sunnah, sebagaimana
teriwayatkan
dari belasan hadits shahih yang menjelaskan bahwa Rasul saw melakukan
shalat sunnah qabliyyah dhuhur dan ba’diyah dhuhur, dan para ulama dan
muhadditsin berpendapat bahwa shalat jumat adalah pengganti dhuhur,
demikian para Muhadditsin dan ulama berpendapat bahwa pendapat yang kuat
adalah Qabliyah jumat merupakan sunnah. (Fathul Baari Almasyhur Juz 2
hal 426)
ketika khotib duduk diantara dua khutbah, tidak ada shalawat
JAWAB
Tidak
pernah ada larangan shalawat diperbuat kapanpun dan dimanapun, shalawat
boleh boleh saja dibaca kapanpun dan dimanapun, silahkan munculkan ayat
alqur’an atau hadits shahih yang mengharamkan membaca shalawat dalam
suatu munasabah tertentu?, lalu bagaimana terdapat pelarangan dari apa
yang tidak diharamkan Allah swt?, ataukah ada syariah baru?
2.
Ba’da shalat jum’at, imam tidak mempunyai kewajiban untuk memimpin do’a
bagi makmum dengan suara kuat, silahkan imam dan jama’ah berdzikir,
wirid dan do’a masing- masing
JAWAB
Selama
hal itu baik tidak ada salahnya dilakukan, yang tak boleh dilakukan
adalah hal hal yang dilarang dan diharamkan oleh Allah dan Rasul Nya,
dan tak pernah ada hadits dan ayat yang mengharamkan hal ini, maka
mengharamkannya merupakan pengingkaran atas syariah.
3. Dalam shalat jum’at, tongkat yang selama ini dipakai oleh khotib, bukan
merupakan sarana ibadah, hanya kebiasaan Khalifah Utsman, sekarang dapat ditinggalkan.
JAWAB
Perbuatan
sahabat merupakan hal yang mesti kita jalankan hingga kini, termasuk
diantaranya adalah penjilidan Alqur’an, sebagaimana tak satu ayat pun
atau hadits yang memerintahkan Alqur’an untuk dibukukan dalam satu
kitab, itu baru dilakukan dizaman Khalifah Abubakar ra, dan selesai pada
masa Khalifah Utsman bin Affan ra, maka mereka yang merasa tak perlu
mengikuti perbuatan Utsman bin Affan ra berarti mereka pun tak mengakui
kitab Alqur’an yang ada hingga kini, karena penjilidannya baru dilakukan
dimasa sahabat, satu hal yang sangat menyakitkan hati adalah kalimat :
“hanya kebiasaan Khalifah Utsman dan sekarang dapat ditinggalkan”,
seakan akan bagi mereka Amirulmukminin Utsman bin Affan ra itu tidak
perlu dipanut, bukan seorang baginda mulia yang sangat agung disisi
Allah sebagai Amirulmukminin, padahal beliau ini dimuliakan dan dicintai
nabi saw.
4. Sebelum khotib naik mimbar, tidak perlu pakai pangantar dan tidak perlu
membaca
hadits Nabi SAW tentang jangan berkata-kata ketika khotib sedang
khutbah. Tetapi sampaikanlah bersamaan dengan laporan petugas masjid
tentang laporan keuangan, petugas khotib dan imam, hal ini sebagai
perangkat laporan administrasi masjid bukan proses ibadah dalam shalat
jum’at.
JAWAB
Baru ini ada muncul ajaran yang mengatakan bahwa kabar laporan keuangan masjid jauh lebih baik dari hadits Nabi Muhammad saw
DALAM SHALAT TARAWIH / WITIR / TAHAJJUD
Dalam
bulan ramadhan diwajibkan shaum dan dimalam hari disunnahkan shalat
tarawih, witir, yang selama ini masih ada yang berbeda pendapat karena
itu perlu dikeluarkan himbauan ini.
1. Shalat tarawih, dilakukan Nabi SAW, sebanyak 8 rakaat dan 3 rakaat witir dapat dilakukan dengan cara 4-4-3.
JAWAB
Rasul saw melakukan shalat malam berjamaah dibulan ramadhan lalu
meninggalkannya,
dan tak memerintahkan untuk melakukannya, dari sini kita sudah
mengetahui bahwa shalat sunnah tarawih adalah Bid’ah hasanah, dan baru
dilakukan di masa Umar bin Khattab ra, yang mana beliau melakukannya 11
rakaat, lalu merubahnya menjadi 23 rakaat, dan tak ada satu madzhab pun
yang melakukannya 11 rakaat, Masjidilharam menjalankannya 23 rakaat, dan
Masjid Nabawiy Madinah hingga kini masih menjalankan madzhab Imam Malik
yaitu 41 rakaat, tak ada satu madzhab pun yang melakukan 11 rakaat.
(Rujuk Sunan Imam Baihaqiy Al Kubra, Fathul Baari Almasyhur, Al Umm Imam
Syafii)
2. Tidak disunahkan membaca do’a bersama-sama antara rakaat.
JAWAB
Namun
tak ada pula hadits yang mengharamkannya, maka tak ada hak bagi muslim
manapun untuk mengharamkan hal yang tak diharamkan oleh Allah, dan
berdoa boleh saja dilakukan kapanpun dan dimanapun, dan melarang orang
berdoa adalah kesesatan yang nyata.
3. Tidak dibenarkan antar jama’ah membaca shalawat Nabi bersahut-sahutan
JAWAB
Allah swt memerintahkan kita bershalawat, maka melarang seseorang untuk
menjalankan perintah Allah swt Kufur hukumnya.
4.
Sebelum ramadhan tidak perlu shalat tasbih dan shalat nisfu sya’ban dan
sedekah ruwah karena hadits tentang kedua shalat tersebut ternyata
dhaif, lemah dan berbau pada hadits maudhu (palsu) karena terputus
parawinya dan shalat ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan Sahabat.
JAWAB
Mengenai
shalat Tasbih maka haditsnya jelas diriwayatkan pada Almustadrak ala
Shahihain dan berkata Imam Hakim bahwa hadits itu shahih dengan syarat
Imam Muslim, dan Ibn Abbas ra melakukannya, dan para Muhadditsin
meriwayatkan keutamaannya, dan Rasul saw memerintahkannya (Rujuk Fathul
Baari Almasyhur, sunan Imam Tirmidzi, sunan Abi Daud, sunan Ibn Majah,
Sunan Imam Baihaqi Alkubra).
Satu hal yang lucu adalah ucapan : “berbau pada hadits maudhu (palsu)”, ini
baru muncul Muhaddits baru dengan ilmu hadits yang baru pula, yang mana
belasan perawi hadits yang meriwayatkan hal itu namun para ulama
sempalan ini mengatakan hal itu mesti dihapuskan.
5. Pada shalat witir dibulan ramadhan, tidak perlu ada do’a qunut.
JAWAB
Qunut bukan hal yang wajib, Qunut hukumnya sunnah, Qunut pada shalat witr
diriwayatkan dengan hadits shahih pada Shahih Imam Ibn Khuzaimah hadits no.1095, Sunan Imam Addaarimiy hadits no.1593, Sunan Imam Baihaqy Alkubra hadits no.4402, Sunan Imam Abu dawud hadits no.1425,
dan diriwayatkan pula bahwa membaca qunut witir adalah sesudah setengah
pertama ramadhan, yaitu pada setengah kedua (mulai malam 15 ramadhan)
(Al Mughniy Juz 1 hal 448) tak ada madzhab manapun yang mengharamkan
Qunut di subuh, di witir, bahkan hal ini merupakan sunnah dengan hujjah
yang jelas, maka bila muncul pendapat yang mengharamkan Qunut maka jelas
bukanlah muncul dari ucapan ulama ahlussunnah waljamaah.
DALAM UPACARA TA’ZIYAH
1. Keluarga yang mendapat musibah kematian, wajib bagi Umat Islam untuk ta’ziyah selam tiga hari berturut-turut.
JAWAB
Tidak
ada satu madzhab pun yang mengatakannya wajib, hal ini sunnah
muakkadah, tidak ada dalil ayat atau hadits shahih yang mengatakan
takziyah 3 hari berturut turut adalah wajib.
2.
Kebiasaan selama ini yang masih melakukan hari ke 7, ke 40 dan hari ke
100 supaya ditinggalkan karena tidak ada contoh dari Nabi Muhammad SAW
dan tidak ada tuntunannya. Upacara itu berasal dari ajaran agama Hindu
dan Budha, menjadi upacara dari kerajaan Hyang dari daratan Tiongkok
yang dibawa oleh orang Hindu ketanah melayu tempo dulu.
JAWAB
Mengikuti adat kuffar selama itu membawa maslahat bagi muslimin dan tidak
melanggar
syariah maka itu boleh saja, sebagaimana Rasul saw pun ikut adat kaum
yahudi yang berpuasa di hari 10 Muharram (asyura) karena hari itu hari
selamatnya Musa as dari kejaran fir’aun, maka Rasul saw pun ikut
berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa asyura (rujuk
shahih Bukhari, shahih Muslim)
Demikian
pula kita menggunakan lampu, kipas angin, karpet, mikrofon, speaker dll
untuk perlengkapan di masjid yang kesemua itu adalah buatan orang kafir
dan adapt istiadat orng kafir, boleh saja kita gunakan selama itu
manfaat bagi muslimin dan tidak bertentangan dengan syariah, demikian
pula Alqur’an yang dicetak di percetakan, dan mesin percetakan itupun
buatan orang kafir, dan mencetak buku adalah adat orang kafir, juga
Bedug di masjid yang juga adat sebelum islam dan banyak lagi. Boleh
boleh saja kumpul kumpul dzikir dan silaturahmi dirumah duka 7 hari, 40
hari, bahkan tiap hari pun tak apa karena tak pernah ada larangan yang
mengharamkannya.
3. Dalam ta’ziyah diupayakan supaya tidak ada makan-makan, cukup air putih sekedar obat dahaga.
JAWAB
Bukankah
air putih pun merupakan hidangan?, bila anda mengharamkan hidangan bagi
yang takziah, lalu dalil apa yang anda miliki hingga anda
memperbolehkan air
minum dihidangkan?, telah sepakat Ulama bahwa hidangan di tempat rumah duka hukumnya makruh, sebagian mengatakannya mubah.
4.
Acara dalam ta’ziyah baca surat Al Baqarah 152-160, kemudian adakan
tabligh yang mengandung isi kesabaran dalam menerima musibah tutup
dengan do’a untuk sang almahrum, tinggalkan kebiasaan membaca surat
yasin bersamasama, tahlil dan kirim fadhilah, semua itu ternyata
hukumnya bid’ah.
JAWAB
Aturan
mana yang menentukan Al Baqarah 152 – 160 dirangkai Tabligh lalu
ditutup dengan doa?, anda pun mengada ada saja tanpa Nash yang jelas
dari hadits shahih. Tahlil, Yaasiin dan dzikir yang dihadiahkan pada
mayyit merupakan amal amal yang dikirimkan pada mayyit, dan itu
diperbolehkan oleh Rasul saw, sebagaimana diriwayatkan bahwa seorang
wanita datang pada Rasul dan bertanya : “wahai rasulullah, aku
bersedekah dengan membebaskan budak dan pahalanya kukirimkan untuk ibuku
yang telah wafat, bolehkah?, Rasul memperbolehkannya, lalu wanita itu
berkata lagi : ibuku sudah wafat dan belum haji, bolehkah aku haji
untuknya?, Rasul saw memperbolehkannya, lalu wanita itu berkata lagi :
“wahai Rasulullah, ibuku wafat masih mempunyai hutan puasa ramadhan
sebulan penuh, maka bolehkah aku berpuasa untuknya?, maka Rasul saw
menjawab : Boleh (shahih Muslim)
DALAM UPACARA PENGUBURAN
1.
Tinggalkan kebiasaan dalam shalat jenazah dengan mangajak jama’ah untuk
mengucapkan kalimat bahwa “jenazah ini orang baik, khair khair” Hal ini
tidak pernah dilakukan Rasulullah SAW, dan tidak ada hadits sebagai
pembimbing.
JAWAB
Ketika
lewat sebuah jenazah dihadapan Rasul saw maka para sahabat memujinya
dengan kebaikan, maka Rasul saw berkata : “semestinya.. semestinya..
semestinya..”, lalu tak lama lewat pula jenazah lain, dan para sahabat
mengutuknya, maka rasul saw berkata : “semestinya.. semestinya..
semestinya..”. maka berkatalah Umar bin Khattab ra mengapa beliau
berucap seperti itu, maka Rasul saw menjawab : “Barangsiapa yang memuji
jenazah dengan kebaikan maka sepantasnya baginya sorga, dan barangsiapa
yang mengutuk jenazah dengan kejahatannya maka sepantasnya baginya
neraka, kalian adalah saksi Allah dimuka Bumi.., kalian adalah saksi
Allah dimuka Bumi.., Kalian adalah saksi Allah dimuka Bumi..” (shahih
Muslim hadits no.949, Shahih Bukhari hadits no.1301),
Lalu ketika dimasa Umar bin Khattab ra menjadi khalifah pun terjadi hal
yang sama yaitu lewat jenazah maka orang orang memujinya, maka
Amirulmukminin Umar bin Khattab ra berkata : “sepantasnya..”, lalu lewat
jenazah lain dan orang orang mengumpatnya, maka Amirulmukminin Umar bin
Khattab ra berkata : “sepantasnya..”. maka para sahabat bertanya dan
berkata Amirulmukminin Umar bin Khattab ra :
“tiadalah
jenazah disaksikan 4 orang bahwa dia orang baik maka ia masuk sorga”,
lalu kami bertanya : Bagaimana kalau tiga saja yang bersaksi?, beliau ra
menjawab : “walaupun tiga”. Lalu kami bertanya lagi : Bagaimana kalau
dua orang saja..?, maka beliau ra menjawab : “dua pun demikian”. Maka
kami tak bertanya lagi”. (shahih Bukhari hadits no.1302),
oleh sebab itu sunnah kita mengucapkan : “khair..khair..” pada jenazah
dengan Nash yang jelas dan shahih dari shahihain dll. Apapun yang
dijadikan fatwa, namun fatwa fatwa diatas adalah batil dan tidak
dilandasi pemahaman yang jelas dalam syariah islamiyah, oleh sebab itu
saya menilai bahwa segala fihak yang menyebarkan selebaran ini sebelum
kami beri penjelasan seperti sekarang ini, maka ia turut bertanggung
jawab atas kesesatan ummat yang mem
Tidak ada komentar:
Posting Komentar