Islam ada di Benua Amerika jauh sebelum Colombus
Jika Anda mengunjungi Washington DC, datanglah ke Perpustakaan Kongres (Library of Congress). Lantas, mintalah arsip perjanjian pemerintah Amerika Serikat dengan suku Cherokee, salah satu suku Indian, tahun 1787. Di sana akan ditemukan tanda tangan Kepala Suku Cherokee saat itu, bernama AbdeKhak dan Muhammad Ibnu Abdullah.
Isi perjanjian itu antara lain adalah hak suku Cherokee untuk melangsungkan keberadaannya dalam perdagangan, perkapalan, dan bentuk pemerintahan suku cherokee yang saat itu berdasarkan hukum Islam. Lebih lanjut, akan ditemukan kebiasaan berpakaian suku Cherokee yang menutup aurat sedangkan kaum laki-lakinya memakai turban (surban) dan terusan hingga sebatas lutut.
Cara berpakaian ini dapat ditemukan dalam foto atau lukisan suku cherokee yang diambil gambarnya sebelum tahun 1832. Kepala suku terakhir Cherokee sebelum akhirnya benar-benar punah dari daratan Amerika adalah seorang Muslim bernama Ramadan Ibnu Wati.
Berbicara tentang suku Cherokee, tidak bisa lepas dari Sequoyah. Ia adalah orang asli suku cherokee yang berpendidikan dan menghidupkan kembali Syllabary suku mereka pada 1821. Syllabary adalah semacam aksara. Jika kita sekarang mengenal abjad A sampai Z, maka suku Cherokee memiliki aksara sendiri.
Yang membuatnya sangat luar biasa adalah aksara yang dihidupkan kembali oleh Sequoyah ini mirip sekali dengan aksara Arab. Bahkan, beberapa tulisan masyarakat cherokee abad ke-7 yang ditemukan terpahat pada bebatuan di Nevada sangat mirip dengan kata ”Muhammad” dalam bahasa Arab.
Nama-nama suku Indian dan kepala sukunya yang berasal dari bahasa Arab tidak hanya ditemukan pada suku Cherokee (Shar-kee), tapi juga Anasazi, Apache, Arawak, Arikana, Chavin Cree, Makkah, Hohokam, Hupa, Hopi, Mahigan, Mohawk, Nazca, Zulu, dan Zuni. Bahkan, beberapa kepala suku Indian juga mengenakan tutp kepala khas orang Islam. Mereka adalah Kepala Suku Chippewa, Creek, Iowa, Kansas, Miami, Potawatomi, Sauk, Fox, Seminole, Shawnee, Sioux, Winnebago, dan Yuchi. Hal ini ditunjukkan pada foto-foto tahun 1835 dan 1870.
Secara umum, suku-suku Indian di Amerika juga percaya adanya Tuhan yang menguasai alam semesta. Tuhan itu tidak teraba oleh panca indera. Mereka juga meyakini, tugas utama manusia yang diciptakan Tuhan adalah untuk memuja dan menyembah-Nya. Seperti penuturan seorang Kepala Suku Ohiyesa : ”In the life of the Indian, there was only inevitable duty-the duty of prayer-the daily recognition of the Unseen and the Eternal”. Bukankah Al-Qur’an juga memberitakan bahwa tujuan penciptaan manusia dan jin semata-mata untuk beribadah pada Allah (*)
Bagaimana bisa Kepala suku Indian Cheeroke itu muslim?
Sejarahnya panjang,
Semangat orang-orang Islam dan Cina saat itu untuk mengenal lebih jauh planet (tentunya saat itu nama planet belum terdengar) tempat tinggalnya selain untuk melebarkan pengaruh, mencari jalur perdagangan baru dan tentu saja memperluas dakwah Islam mendorong beberapa pemberani di antara mereka untuk melintasi area yang masih dianggap gelap dalam peta-peta mereka saat itu.
Beberapa nama tetap begitu kesohor sampai saat ini bahkan hampir semua orang pernah mendengarnya sebut saja Tjeng Ho dan Ibnu Batutta, namun beberapa lagi hampir-hampir tidak terdengar dan hanya tercatat pada buku-buku akademis.
Para ahli geografi dan intelektual dari kalangan muslim yang mencatat perjalanan ke benua Amerika itu adalah Abul-Hassan Ali Ibn Al Hussain Al Masudi (meninggal tahun 957), Al Idrisi (meninggal tahun 1166), Chihab Addin Abul Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300 – 1384) dan Ibn Battuta (meninggal tahun 1369).
Menurut catatan ahli sejarah dan ahli geografi muslim Al Masudi (871 – 957), Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad seorang navigator muslim dari Cordoba di Andalusia, telah sampai ke benua Amerika pada tahun 889 Masehi. Dalam bukunya, ‘Muruj Adh-dhahab wa Maadin al-Jawhar’ (The Meadows of Gold and Quarries of Jewels), Al Masudi melaporkan bahwa semasa pemerintahan Khalifah Spanyol Abdullah Ibn Muhammad (888 – 912), Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad berlayar dari Delba (Palos) pada tahun 889, menyeberangi Lautan Atlantik, hingga mencapai wilayah yang belum dikenal yang disebutnya Ard Majhoola, dan kemudian kembali dengan membawa berbagai harta yang menakjubkan.
Sesudah itu banyak pelayaran yang dilakukan mengunjungi daratan di seberang Lautan Atlantik, yang gelap dan berkabut itu. Al Masudi juga menulis buku ‘Akhbar Az Zaman’ yang memuat bahan-bahan sejarah dari pengembaraan para pedagang ke Afrika dan Asia.
Dr. Youssef Mroueh juga menulis bahwa selama pemerintahan Khalifah Abdul Rahman III (tahun 929-961) dari dinasti Umayah, tercatat adanya orang-orang Islam dari Afrika yang berlayar juga dari pelabuhan Delba (Palos) di Spanyol ke barat menuju ke lautan lepas yang gelap dan berkabut, Lautan Atlantik. Mereka berhasil kembali dengan membawa barang-barang bernilai yang diperolehnya dari tanah yang asing.
Beliau juga menuliskan menurut catatan ahli sejarah Abu Bakr Ibn Umar Al-Gutiyya bahwa pada masa pemerintahan Khalifah Spanyol, Hisham II (976-1009) seorang navigator dari Granada bernama Ibn Farrukh tercatat meninggalkan pelabuhan Kadesh pada bulan Februari tahun 999 melintasi Lautan Atlantik dan mendarat di Gando (Kepulaun Canary).
Ibn Farrukh berkunjung kepada Raja Guanariga dan kemudian melanjutkan ke barat hingga melihat dua pulau dan menamakannya Capraria dan Pluitana. Ibn Farrukh kembali ke Spanyol pada bulan Mei 999.
Perlayaran melintasi Lautan Atlantik dari Maroko dicatat juga oleh penjelajah laut Shaikh Zayn-eddin Ali bin Fadhel Al-Mazandarani. Kapalnya berlepas dari Tarfay di Maroko pada zaman Sultan Abu-Yacoub Sidi Youssef (1286 – 1307) raja keenam dalam dinasti Marinid. Kapalnya mendarat di pulau Green di Laut Karibia pada tahun 1291. Menurut Dr. Morueh, catatan perjalanan ini banyak dijadikan referensi oleh ilmuwan Islam.
Sultan-sultan dari kerajaan Mali di Afrika barat yang beribukota di Timbuktu, ternyata juga melakukan perjalanan sendiri hingga ke benua Amerika. Sejarawan Chihab Addin Abul-Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300 – 1384) memerinci eksplorasi geografi ini dengan seksama. Timbuktu yang kini dilupakan orang, dahulunya merupakan pusat peradaban, perpustakaan dan keilmuan yang maju di Afrika. Ekpedisi perjalanan darat dan laut banyak dilakukan orang menuju Timbuktu atau berawal dari Timbuktu..
Sultan yang tercatat melanglang buana hingga ke benua baru saat itu adalah Sultan Abu Bakari I (1285 – 1312), saudara dari Sultan Mansa Kankan Musa (1312 – 1337), yang telah melakukan dua kali ekspedisi melintas Lautan Atlantik hingga ke Amerika dan bahkan menyusuri sungai Mississippi.
Sultan Abu Bakari I melakukan eksplorasi di Amerika tengah dan utara dengan menyusuri sungai Mississippi antara tahun 1309-1312. Para eksplorer ini berbahasa Arab. Dua abad kemudian, penemuan benua Amerika diabadikan dalam peta berwarna Piri Re’isi yang dibuat tahun 1513, dan dipersembahkan kepada raja Ottoman Sultan Selim I tahun 1517. Peta ini menunjukkan belahan bumi bagian barat, Amerika selatan dan bahkan benua Antartika, dengan penggambaran pesisiran Brasil secara cukup akurat.
Sequoyah, also known as George Gist Bukti lainnya adalah, Columbus sendiri mengetahui bahwa orang-orang Carib (Karibia) adalah pengikut Nabi Muhammad. Dia faham bahwa orang-orang Islam telah berada di sana terutama orang-orang dari Pantai Barat Afrika. Mereka mendiami Karibia, Amerika Utara dan Selatan. Namun tidak seperti Columbus yang ingin menguasai dan memperbudak rakyat Amerika. Orang-Orang Islam datang untuk berdagang dan bahkan beberapa menikahi orang-orang pribumi.
Lebih lanjut Columbus mengakui pada 21 Oktober 1492 dalam pelayarannya antara Gibara dan Pantai Kuba melihat sebuah masjid (berdiri di atas bukit dengan indahnya menurut sumber tulisan lain). Sampai saat ini sisa-sisa reruntuhan masjid telah ditemukan di Kuba, Mexico, Texas dan Nevada.
Dan tahukah anda? 2 orang nahkoda kapal yang dipimpin oleh Columbus kapten kapal Pinta dan Nina adalah orang-orang muslim yaitu dua bersaudara Martin Alonso Pinzon dan Vicente Yanex Pinzon yang masih keluarga dari Sultan Maroko Abuzayan Muhammad III (1362). [THACHER,JOHN BOYD: Christopher Columbus, New York 1950]
Sumber : CAHAYAIMAN
Kategori:Sejarah
colombus, Islam Benua amerika, Sejarah Islam
Nabi Muhammad Adalah Sejarah Nyata
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Dgn sedikit Revisi dan Tambahan dari Al Faqir.
Nabi Muhammad (bahasa Arab: محمد,
juga dikenal sebagai Mohammad, Mohammed, dan kadang-kadang oleh
orientalis Mahomet, Mahomed) adalah pembawa ajaran Islam, dan diyakini
oleh umat Muslim sebagai nabi Allah (Rasul) yang terakhir. Menurut
biografi tradisional Muslimnya (dalam bahasa Arab disebut sirah), ia
lahir sekitar tahun 570 di Mekkah (atau “Makkah”) dan wafat pada 8 Juni
632 di Madinah. Kedua kota tersebut terletak di daerah Hejaz (Arab Saudi
saat ini).
“Muhammad” dalam bahasa
Arab berarti “dia yang terpuji”. Muslim mempercayai bahwa ajaran Islam
yang dibawa oleh Muhammad S.A.W adalah penyempurnaan dari agama-agama
yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. Mereka memanggilnya dengan gelar
Rasulullah (رسول الله), dan menambahkan kalimat sallallaahu alayhi wasallam (صلى الله عليه و سلم,
yang berarti “semoga Allah memberi kebahagiaan dan keselamatan
kepadanya”; sering disingkat “S.A.W”) setelah namanya. Selain itu
Al-Qur’an dalam Surat Ash Shaff (QS 61:6) menyebut Muhammad dengan nama
“Ahmad” (أحمد), yang dalam bahasa Arab juga berarti “terpuji”.
Michael H. Hart, dalam
bukunya The 100, menetapkan Muhammad sebagai tokoh paling berpengaruh
sepanjang sejarah manusia. Menurut Hart, Muhammad adalah satu-satunya
orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal agama
maupun hal duniawi. Dia memimpin bangsa yang awalnya terbelakang dan
terpecah belah, menjadi bangsa maju yang bahkan sanggup mengalahkan
pasukan Romawi di medan pertempuran.
Genealogi
Silsilah Muhammad dari kedua orang tuanya kembali ke Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr (Quraish) bin Malik bin an-Nadr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (Amir) bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma`ad bin Adnan. Dimana Adnan merupakan keturunan laki-laki ke tujuh dari Ismail bin Ibrahim, yaitu keturunan Sam bin Nuh.
Silsilah Muhammad dari kedua orang tuanya kembali ke Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr (Quraish) bin Malik bin an-Nadr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (Amir) bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma`ad bin Adnan. Dimana Adnan merupakan keturunan laki-laki ke tujuh dari Ismail bin Ibrahim, yaitu keturunan Sam bin Nuh.
Riwayat
Kelahiran
Artikel utama untuk
bagian ini adalah: Maulud Nabi Muhammad Para penulis sirah (biografi)
Muhammad pada umumnya sepakat bahwa ia lahir di Tahun Gajah, yaitu tahun
570 M. Nabi Muhammad lahir di kota Mekkah, di bagian Selatan Jazirah
Arab, suatu tempat yang ketika itu merupakan daerah paling terbelakang
di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan.
Ayahnya,Sayyidina Abdullah[4], meninggal dalam perjalanan dagang di
Yastrib, ketika Nabi Muhammad masih dalam kandungan. Ia meninggalkan
harta lima ekor unta, sekawanan biri-biri dan seorang budak perempuan
bernama Ummu Aiman yang kemudian mengasuh Nabi.
Pada saat Nabi Muhammad berusia enam tahun, ibunya Aminah binti Wahab
mengajaknya ke Yatsrib (Madinah) untuk mengunjungi keluarganya serta
mengunjungi makam ayahnya. Namun dalam perjalanan pulang, ibunya jatuh
sakit. Setelah beberapa hari, Siti Aminah meninggal dunia di Abwa’ yang
terletak tidak jauh dari Yatsrib, dan dikuburkan di sana.[2] Setelah
ibunya meninggal, Nabi Muhammad dijaga oleh kakeknya, ‘Abd
al-Muththalib. Setelah kakeknya meninggal, ia dijaga oleh pamannya, Abu
Thalib. Ketika inilah ia diminta menggembala kambing-kambingnya
disekitar Mekkah dan kerap menemani pamannya dalam urusan dagangnya ke
negeri Syam (Suriah, Libanon dan Palestina).Hampir semua ahli hadits dan sejarawan sepakat bahwa Nabi Muhammad lahir di bulan Rabiulawal, kendati mereka berbeda pendapat tentang tanggalnya. Di kalangan Syi’ah, sesuai dengan arahan para Imam yang merupakan keturunan langsung Nabi Muhammad, menyatakan bahwa ia lahir pada hari Jumat, 17 Rabiulawal; sedangkan kalangan Sunni percaya bahwa ia lahir pada hari Senin, 12 Rabiulawal atau (2 Agustus 570M).
Masa remaja
Dalam masa remajanya,
diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad percaya sepenuhnya dengan keesaan
Tuhan. Ia hidup dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat
angkuh dan sombong. Ia menyayangi orang-orang miskin, para janda dan
anak-anak yatim serta berbagi penderitaan dengan berusaha menolong
mereka. Ia juga menghindari semua kejahatan yang biasa di kalangan
bangsa Arab pada masa itu seperti berjudi, meminum minuman keras,
berkelakuan kasar dan lain-lain, sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq
(yang benar) dan Al-Amin (yang terpercaya). Ia senantiasa dipercayai
sebagai penengah bagi dua pihak yang bertikai di kampung halamannya di
Mekkah.
Kerasulan
Gua Hira tempat pertama kali Nabi Muhammad memperoleh wahyu. Nabi Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan dan pertempuran. Ia sering menyendiri ke Gua Hira’, sebuah gua bukit dekat Mekah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An Nur karena bertentangan sikap dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut. Di sinilah ia sering berpikir dengan mendalam, memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.
Pada suatu malam, ketika Nabi Muhammad sedang bertafakur di Gua
Hira’, Malaikat Jibril mendatanginya. Jibril membangkitkannya dan
menyampaikan wahyu Allah di telinganya. Ia diminta membaca. Ia menjawab,
“Saya tidak bisa membaca”. Jibril mengulangi tiga kali meminta agar
Nabi Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama.Gua Hira tempat pertama kali Nabi Muhammad memperoleh wahyu. Nabi Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan dan pertempuran. Ia sering menyendiri ke Gua Hira’, sebuah gua bukit dekat Mekah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An Nur karena bertentangan sikap dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut. Di sinilah ia sering berpikir dengan mendalam, memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.
Akhirnya, Jibril
berkata:”Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah,
yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Ini merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad. Ketika
itu ia berusia 40 tahun. Wahyu turun kepadanya secara berangsur-angsur
dalam jangka waktu 23 tahun 2 bulan 22 hari. Wahyu tersebut telah
diturunkan menurut urutan yang diberikan Nabi Muhammad, dan dikumpulkan
dalam kitab bernama Al Mushaf yang juga dinamakan Al-Quran (bacaan).
Kebanyakan ayat-ayatnya mempunyai arti yang jelas, sedangkan sebagiannya
diterjemahkan dan dihubungkan dengan ayat-ayat yang lain. Sebagian
ayat-ayat adapula yang diterjemahkan oleh Nabi Muhammad sendiri melalui
percakapan, tindakan dan persetujuannya, yang terkenal dengan nama
As-Sunnah. Al-Quran dan As-Sunnah digabungkan bersama merupakan panduan
dan cara hidup bagi “mereka yang menyerahkan diri kepada Allah”, yaitu
penganut agama Islam.
Selama tiga tahun
pertama, Nabi Muhammad hanya menyebarkan agama terbatas kepada
teman-teman dekat dan kerabatnya. Kebanyakan dari mereka yang percaya
dan meyakini ajaran Nabi Muhammad adalah para anggota keluarganya serta
golongan masyarakat awam, antara lain Sayyidatina Khadijah, Sayyidina
Ali, Zayd dan Bilal. Namun pada awal tahun 613, Nabi Muhammad
mengumumkan secara terbuka agama Islam. Banyak tokoh-tokoh bangsa Arab
seperti Abu Bakar, Utsman bin Affan, Zubair bin Al Awwam, Abdul Rahman
bin Auf, Ubaidillah bin Harits, Amr bin Nufail masuk Islam dan bergabung
membela Nabi Muhammad.
Akibat halangan dari
masyarakat jahiliyyah di Mekkah, sebagian orang Islam disiksa, dianiaya,
disingkirkan dan diasingkan. Penyiksaan yang dialami hampir seluruh
pengikutnya membuat lahirnya ide berhijrah (pindah) ke Habsyah. Negus,
raja Habsyah, memperbolehkan orang-orang Islam berhijrah ke negaranya
dan melindungi mereka dari tekanan penguasa di Mekkah. Nabi Muhammad
sendiri, pada tahun 622 hijrah ke Madinah, kota yang berjarak sekitar
200 mil (320 km) di sebelah Utara Mekkah.
Hijrah ke Madinah.
Di Mekah terdapat
Ka’bah yang telah dibangun oleh Nabi Ibrahim a.s. Masyarakat jahiliyah
Arab dari berbagai suku berziarah ke Ka’bah dalam suatu kegiatan
tahunan, dan mereka menjalankan berbagai tradisi keagamaan mereka dalam
kunjungan tersebut. Nabi Muhammad mengambil peluang ini untuk
menyebarkan Islam. Di antara mereka yang tertarik dengan seruannya ialah
sekumpulan orang dari Yathrib (dikemudian hari berganti nama menjadi
Madinah). Mereka menemui Nabi Muhammad dan beberapa orang Islam dari
Mekkah di suatu tempat bernama Aqabah secara sembunyi-sembunyi. Setelah
menganut Islam, mereka lalu bersumpah untuk melindungi Islam, Rasulullah
(Muhammad) dan orang-orang Islam Mekkah.
Tahun berikutnya,
sekumpulan masyarakat Islam dari Yathrib datang lagi ke Mekkah. Mereka
menemui Nabi Muhammad di tempat mereka bertemu sebelumnya. Abbas bin
Abdul Muthalib, yaitu pamannya yang saat itu belum menganut Islam, turut
hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka mengundang orang-orang Islam
Mekkah untuk berhijrah ke Yathrib. Nabi Muhammad akhirnya setuju untuk
berhijrah ke kota itu.
Mengetahui bahwa banyak
masyarakat Islam berniat meninggalkan Mekkah, masyarakat jahiliyah
Mekkah berusaha menghalang-halanginya, karena beranggapan bahwa bila
dibiarkan berhijrah ke Yathrib, orang-orang Islam akan mendapat peluang
untuk mengembangkan agama mereka ke daerah-daerah yang lain. Setelah
berlangsung selama kurang lebih dua bulan, masyarakat Islam dari Mekkah
pada akhirnya berhasil sampai dengan selamat ke Yathrib, yang kemudian
dikenal sebagai Madinah atau “Madinatun Nabi” (kota Nabi).
Di Madinah,
pemerintahan (khalifah) Islam diwujudkan di bawah pimpinan Nabi
Muhammad. Umat Islam bebas beribadah (shalat) dan bermasyarakat di
Madinah. Quraish Makkah yang mengetahui hal ini kemudian melancarkan
beberapa serangan ke Madinah, akan tetapi semuanya dapat diatasi oleh
umat Islam. Satu perjanjian damai kemudian dibuat dengan pihak Quraish.
Walaupun demikian, perjanjian itu kemudian diingkari oleh pihak Quraish
dengan cara menyerang sekutu umat Islam.
Penaklukan Mekkah ( Futul Makkah )
Pada tahun ke-8 setelah
berhijrah ke Madinah, Nabi Muhammad berangkat kembali ke Makkah dengan
pasukan Islam sebanyak 10.000 orang. Penduduk Makkah yang khawatir
kemudian setuju untuk menyerahkan kota Makkah tanpa perlawanan, dengan
syarat Nabi Muhammad kembali pada tahun berikutnya. Nabi Muhammad
menyetujuinya, dan ketika pada tahun berikutnya ia kembali maka ia
menaklukkan Mekkah secara damai. Nabi Muhammad memimpin umat Islam
menunaikan ibadah haji, memusnahkan semua berhala yang ada di sekeliling
Ka’bah, dan kemudian memberikan amnesti umum dan menegakkan peraturan
agama Islam di kota Mekkah.
Pernikahan
Selama hidupnya Nabi
Muhammad menikahi 11 atau 13 orang wanita (terdapat perbedaan pendapat
mengenai hal ini). Pada umur 25 Tahun ia menikah dengan Siti Khadijah
binti khuwalid r.a, yang berlangsung selama 25 tahun hingga Siti
Khadijah wafat. Pernikahan ini digambarkan sangat bahagia, sehingga saat
meninggalnya Khadijah (yang bersamaan dengan tahun meninggalnya Abu
Thalib pamannya) disebut sebagai tahun kesedihan.
Kaligrafi Nabi Muhammad
dalam bentuk yang lebih sederhana Sepeninggal Istrinya Siti Khadijah,
Nabi Muhammad disarankan oleh Khawla binti Hakim, bahwa sebaiknya ia
menikahi Sawda binti Zama (seorang janda) atau Aisyah (putri Abu Bakar,
dimana Muhammad akhirnya menikahi keduanya. Kemudian setelah itu Nabi
Muhammad tercatat menikahi beberapa wanita lagi sehingga mencapai total
sebelas orang, dimana sembilan diantaranya masih hidup sepeninggal Nabi
Muhammad. Berikut Nama nama Istri beliau beserta alasannya Nabi Muhammad
menikahi nya :
1. Siti Khadijah Binti Khuwalid R.a,
ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di Mekkah ketika usia beliau 25 tahun
dan Khodijah 40 tahun. Dari pernikahnnya dengan Khodijah Rasulullah SAW
memiliki sejumlah anak laki-laki dan perempuan. Akan tetapi semua anak
laki-laki beliau meninggal. Sedangkan yang anak-anak perempuan beliau
adalah: Zainab, Ruqoyyah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Rasulullah SAW tidak
menikah dengan wanita lain selama Khodijah masih hidup.
2. Saudah Binti Zam’ah R.a,
dinikahi oleh Rasulullah SAW pada bulan Syawwal tahun kesepuluh dari
kenabian beberapa hari setelah wafatnya Khodijah. Ia adalah seorang
janda yang ditinggal mati oleh suaminya yang bernama As-Sakron bin Amr.
3. Aisyah binti Abu Bakar RA,
dinikahi oleh Rasulullah SAW bulan Syawal tahun kesebelas dari
kenabian, setahun setelah beliau menikahi Saudah atau dua tahun dan lima
bulan sebelum Hijrah. Ia dinikahi ketika berusia 6 tahun dan tinggal
serumah di bulan Syawwal 6 bulan setelah hijrah pada saat usia beliau 9
tahun. Ia adalah seorang gadis dan Rasulullah SAW tidak pernah menikahi
seorang gadis selain Aisyah.
Dengan menikahi Aisyah,
maka hubungan beliau dengan Abu Bakar menjadi sangat kuat dan mereka
memiliki ikatan emosional yang khusus. Posisi Abu Bakar sendiri sangat
pending dalam dakwah Rasulullah SAW baik selama beliau masih hidup dan
setelah wafat. Abu Bakar adalah khalifah Rasulullah yang pertama yang di
bawahnya semua bentuk perpecahan menjadi sirna.
Selain itu Aisyah ra
adalah sosok wanita yang cerdas dan memiliki ilmu yang sangat tinggi
dimana begitu banyak ajaran Islam terutama masalah rumah tangga dan
urusan wanita yang sumbernya berasal dari sosok ibunda muslimin ini.
4. Hafsoh binti Umar bin Al-Khotob RA,
beliau ditinggal mati oleh suaminya Khunais bin Hudzafah As-Sahmi,
kemudian dinikahi oleh Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah. Beliau
menikahinya untuk menghormati bapaknya Umar bin Al-Khotob.
Dengan menikahi hafshah
putri Umar, maka hubungan emosional antara Rasulullah SAW dengan Umar
menjadi sedemikian akrab, kuat dan tak tergoyahkan. Tidak heran karena
Umar memiliki pernanan sangant penting dalam dakwah baik ketika fajar
Islam baru mulai merekah maupun saat perluasan Islam ke tiga peradaban
besar dunia. Di tangan Umar, Islam berhasil membuktikan hampir semua
kabar gembira di masa Rasulullah SAW bahwa Islam akan mengalahkan semua
agama di dunia.
5. Zainab binti Khuzaimah RA,
dari Bani Hilal bin Amir bin Sho’sho’ah dan dikenal sebagai Ummul
Masakin karena ia sangat menyayangi mereka. Sebelumnya ia bersuamikan
Abdulloh bin Jahsy akan tetapi suaminya syahid di Uhud, kemudian
Rasulullah SAW menikahinya pada tahun keempat Hijriyyah. Ia meninggal
dua atau tiga bulan setelah pernikahannya dengan Rasulullah SAW .
6. Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah RA,
sebelumnya menikah dengan Abu salamah, akan tetapi suaminya tersebut
meninggal di bulan Jumada Akhir tahun 4 Hijriyah dengan menngalkan dua
anak laki-laki dan dua anak perempuan. Ia dinikahi oleh Rasulullah SAW
pada bulan Syawwal di tahun yang sama. Alasan beliau menikahinya adalah
untuk menghormati Ummu Salamah dan memelihara anak-anak yatim tersebut.
7. Zainab binti Jahsyi bin Royab RA,
dari Bani Asad bin Khuzaimah dan merupakan puteri bibi Rasulullah SAW.
Sebelumnya ia menikahi dengan Zaid bin Harits kemudian diceraikan oleh
suaminya tersebut. Ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di bulan Dzul Qo?dah
tahun kelima dari Hijrah. Pernikahan tersebut adalah atas perintah Alloh
SWT untuk menghapus kebiasaan Jahiliyah dalam hal pengangkatan anak dan
juga menghapus segala konskuensi pengangkatan anak tersebut.
8. Juwairiyah binti Al-Harits RA,
pemimpin Bani Mustholiq dari Khuza’ah. Ia merupakan tawanan perang yang
sahamnya dimiliki oleh Tsabit bin Qais bin Syimas, kemudian ditebus
oleh Rasulullah SAW dan dinikahi oleh beliau pada bulan Sya’ban tahun ke
6 Hijrah. Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormatinya dan
meraih simpati dari kabilhnya (karena ia adalah anak pemimpin kabilah
tersebut) dan membebaskan tawanan perang.
9. Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan RA,
sebelumnya ia dinikahi oleh Ubaidillah bin Jahsy dan hijrah bersamanya
ke Habsyah. Suaminya tersebut murtad dan menjadi nashroni dan meninggal
di sana. Ummu Habibbah tetap istiqomah terhadap agamanya. Ketika
Rasulullah SAW mengirim Amr bin Umayyah Adh-Dhomari untuk menyampaikan
surat kepada raja Najasy pada bulan Muharrom tahun 7 Hijrah. Nabi
mengkhitbah Ummu Habibah melalu raja tersebut dan dinikahkan serta
dipulangkan kembali ke Madinah bersama Surahbil bin Hasanah. Sehingga
alasan yang paling kuat adalah untuk menghibur beliau dan memberikan
sosok pengganti yang lebih baik baginya. Serta penghargaan kepada mereka
yang hijrah ke Habasyah karena mereka sebelumnya telah mengalami
siksaan dan tekanan yang berat di Mekkah.
10. Shofiyyah binti Huyay bin Akhtob RA,
dari Bani Israel, ia merupakan tawan perang Khoibar lalu Rasulullah SAW
memilihnya dan dimeredekakan serta dinikahinya setelah menaklukan
Khoibar tahun 7 Hijriyyah. Pernikahan tersebut bertujuan untuk menjaga
kedudukan beliau sebagai anak dari pemuka kabilah.
11. Maimunah binti Al- Harits RA
, saudarinya Ummu Al-Fadhl Lubabah binti Al-Harits. Ia adalah seorang
janda yang sudah berusia lanjut, dinikahi di bulan Dzul Qa?dah tahun 7
Hijrah pada saat melaksanakan Umroh Qadho.
Dari
kesemua wanita yang dinikahi Rasulullah SAW, tak satupun dari mereka
yang melahirkan anak hasil perkawinan mereka dengan Rasulullah SAW,
kecuali Khadijatul Kubra seperti yang disebutkan di atas. Namun
Rasulullah SAW pernah memiliki anak laki-laki selain dari Khadijah yaitu
dari seorang budak wanita yang bernama Mariah Al-Qibthiyah yang
merupakan hadiah dari Muqauqis pembesar Mesir. Anak itu bernama Ibrahim
namun meninggal saat masih kecil.
Demikianlah
sekelumit data singkat para istri Rasulullah SAW yang mulia, dimana
secara khusus Rasulullah SAW diizinkan mengawini mereka.
Para ahli sejarah
antara lain Watt dan Esposito berpendapat bahwa sebagian besar
pernikahan itu dimaksudkan untuk memperkuat ikatan politik (sesuai
dengan budaya Arab), atau memberikan penghidupan bagi para janda (saat
itu janda lebih susah untuk menikah karena budaya yang menekankan
pernikahan dengan perawan). Dan saya sendiri memberikan tambahan
pendapat kalau Nabi Muhammad saw menikahi mereka karena pertimbangan
kemanusiaan dan untuk kelancaran urusan dakwah.
Status dari beberapa
istri Muhammad menjadi sumber perdebatan dalam sejarah. Maria
al-Qibtiyya dikatakan seorang budak atau seorang budak yang dibebaskan.
Di sisi lain terdapat perdebatan tentang umur Aisyah saat dinikahi.
Sebagian besar referensi (termasuk sahih Bukhari dan sahih Muslim)
menyatakan bahwa upacara pernikahan tersebut terjadi diusia enam tahun,
dan Aisyah diantarkan memasuki rumah tangga Muhammad sejak umur sembilan
tahun. Sementara pada hadits lainnya dikatakan Aisyah pada umur belasan
tahun saat itu.
Sayyidatina Aisyah
Lahir sebelum nabi Muhammad saw diangkat sebagai nabi(610), Perbedaan
umur Siti Aisyah dan Siti Fatimah adalah sekitar 5 tahun. Siti Fatimah
lahir pada saat Ka’bah sedang dibangun(605). Maka diperkirakan Siti
Aisyah dipinang oleh Nabi Muhammad pada usia sekitar 12-15 tahun,
setelah Siti Khadijah wafat(622).
Terdapat perbedaan
pemahaman mengenai istilah “memasuki rumah tangga” Nabi Muhammad,
sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits-hadits sahih tersebut. Umumnya
umat Islam berpendapat bahwa perlakukan Aisyah sebagai istri terjadi
saat ia sudah mengalami menstruasi. Pendapat lain mengatakan bahwa
perdebatan mengenai umur Aisyah yang terjadi pada abad ke-7, yaitu saat
praktik pernikahan dengan anak adalah tradisi umum yang juga pernah
terjadi di India, China dan bahkan Eropa, yang kemudian dibawa ke abad
modern sehingga telah keluar dari konteks. Terlepas dari perdebatan
tersebut, tidak didapatkan informasi lain tentang umur pasti Aisyah saat
menikah.
Perbedaan dengan nabi dan rasul terdahulu
Dalam mengemban misi
dakwahnya, umat Islam percaya bahwa Nabi Muhammad diutus Allah untuk
menjadi Nabi bagi seluruh umat manusia (QS. 34 : 28), sedangkan Nabi dan
Rasul sebelumnya hanya diutus untuk umatnya masing-masing (QS 10:47,
23:44) seperti halnya Nabi Musa yang diutus Allah kepada kaum Bani
Israil.
Sedangkan
persamaannya dengan nabi dan rasul sebelumnya ialah sama-sama
mengajarkan Tauhid, yaitu kesaksian bahwa Tuhan yang berhak disembah
atau diibadahi itu hanyalah Allah (QS 21:25).
Kronologi Kehidupan Muhammad
Tahun dan lokasi penting dalam hidup Muhammad dalam Tahun Masehi
‘569 Meninggalnya ayah, Abdullah
‘570 Tanggal lahir (perkiraan), 20 April: Makkah
‘570 Tahun Gajah, gagalnya Abrahah menyerang Mekkah
‘576 Meninggalnya ibu, Aminah
‘578 Meninggalnya kakek, Abdul Muthalib
‘583 Melakukan perjalanan dagang ke Suriah
‘595 Bertemu dan menikah dengan Khadijah
‘610 Wahyu pertama turun: Makkah
‘610 Ditunjuk sebagai Nabi: Makkah
‘613 Memulai menyebarkan Islam kepada umum: Makkah
‘614 Mendapatkan pengikut: Makkah
‘615 Hijrah pertama ke Habsyah
‘616 Boikot Quraish terhadap Bani Hasyim dan Muhammad mulai
‘619 Boikot Quraish terhadap Bani Hasyim dan Muhammad selesai
‘619 Tahun kesedihan: Khadijah dan Abu Thalib meninngal
‘620 Isra’ dan Mi’raj
‘621 Bai’at Aqabah pertama
‘622 Bai’at Aqabah kedua
‘622 Hijrah ke Madinah
‘624 Pertempuran Badar
‘624 Pengusiran Bani Qaynuqa
‘625 Pertempuran Uhud
‘625 Pengusiran Bani Nadir
‘626 Penyerangan ke Dumat al-Jandal: Suriah
‘627 Pertempuran Khandak
‘627 Penghancuran Bani Quraizhah
‘628 Perjanjian Hudaybiyah
‘628 Melakukan umrah ke Ka’bah
‘628 Pertempuran Khaybar
‘629 Melakukan ibadah haji
‘629 Pertempuran Mu’tah
‘630 Pembukaan Kota Makkah
‘630 Pertempuran Hunain
‘630 Pendudukan Thaif
‘631 Menguasai sebagian besar Jazirah Arab
‘632 Pertempuran Tabuk
‘632 Haji Wada’
‘632 Meninggal (8 Juni): Madinah
Referensi
^ Hart, Michael. 2007. 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa. Batam: Karisma Publising Group.
^ a b Lings, Martin. Muhammad: Kisah Hidup Nabi berdasarkan Sumber Klasik. Jakarta: Penerbit Serambi, 2002. ISBN 979-3335-16-5^ a b c Subhani, Ja’far.
^ Hart, Michael. 2007. 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa. Batam: Karisma Publising Group.
^ a b Lings, Martin. Muhammad: Kisah Hidup Nabi berdasarkan Sumber Klasik. Jakarta: Penerbit Serambi, 2002. ISBN 979-3335-16-5^ a b c Subhani, Ja’far.
Ar-Risalah: Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW. Jakarta: Penerbit Lentera, 2002. ISBN 979-8880-13-7
^ Abdullah bin Abdul-Muththalib bin Hâsyim bin ‘Abd al-Manâf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’b.
^ Esposito, John (1998). Islam: The Straight Path. Oxford University Press. ISBN 0-19-511233-4. p.18
^ Bullough, Vern; Brenda Shelton, Sarah Slavin (1998).
^ Abdullah bin Abdul-Muththalib bin Hâsyim bin ‘Abd al-Manâf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’b.
^ Esposito, John (1998). Islam: The Straight Path. Oxford University Press. ISBN 0-19-511233-4. p.18
^ Bullough, Vern; Brenda Shelton, Sarah Slavin (1998).
The Subordinated Sex: A History of Attitudes Toward Women. University of Georgia Press. ISBN 978-0-8203-2369-5.p.119
^ Reeves, Minou (2003). Muhammad in Europe: A Thousand Years of Western Myth-Making. NYU Press. ISBN 978-0-8147-7564-6. p.46
^ Reeves, Minou (2003). Muhammad in Europe: A Thousand Years of Western Myth-Making. NYU Press. ISBN 978-0-8147-7564-6. p.46
^
Watt, M. Aisha bint Abi Bakr. Article at Encyclopaedia of Islam Online.
Ed. P.J. Bearman, Th. Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel, W.P.
Heinrichs. Brill Academic Publishers. ISSN 1573-3912. pp. 16-18
^ Sahih Muslim, Book 8, Number 3310
^ Sahih Muslim, Book 8, Number 3310
^Sahih Bukhari Volume 7, Book 62, Number 64
^ Sahih Bukhari Volume 7, Book 62, Number 88
Al Imam Ali Zaenal Abidin Bin Husain Bin Ali Bin Abu Thalib
Beliau
adalah Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Hussein bin Ali bin Abi Thalib
(semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau dijuluki dengan julukan
Abal Hasan atau Abal Husain. Beliau juga dijuluki dengan As-Sajjad
(orang yang ahli sujud).
Beliau
adalah seorang yang ahli ibadah dan panutan penghambaan dan ketaatan
kepada Allah. Beliau meninggalkan segala sesuatu kecuali Tuhannya dan
berpaling dari yang selain-Nya, serta yang selalu menghadap-Nya. Hati
dan anggota tubuhnya diliputi ketenangan karena ketinggian makrifahnya
kepada Allah, rasa hormatnya dan rasa takutnya kepada-Nya. Itulah
sifat-sifat beliau, Al-Imam Ali Zainal Abidin.
Beliau
dilahirkan di kota Madinah pada tahun 33 H, atau dalam riwayat lain ada
yang mengatakan 38 H. Beliau adalah termasuk generasi tabi’in. Beliau
juga seorang imam agung. Beliau banyak meriwayatkan hadits dari ayahnya
(Al-Imam Husain), pamannya Al-Imam Hasan, Jabir, Ibnu Abbas, Al-Musawwir
bin Makhromah, Abu Hurairah, Shofiyyah, Aisyah, Ummu Kultsum, serta
para ummahatul mukminin/isteri-isteri Nabi SAW (semoga Allah meridhoi
mereka semua). Beliau, Al-Imam Ali Zainal Abidin, mewarisi sifat-sifat
ayahnya (semoga Allah meridhoi keduanya) di didalam ilmu, zuhud dan
ibadah, serta mengumpulkan keagungan sifatnya pada dirinya di dalam
setiap sesuatu.
Berkata
Yahya Al-Anshari, “Dia (Al-Imam Ali) adalah paling mulianya Bani Hasyim
yang pernah saya lihat.” Berkata Zuhri, “Saya tidak pernah menjumpai di
kota Madinah orang yang lebih mulia dari beliau.” Hammad berkata,
“Beliau adalah paling mulianya Bani Hasyim yang saya jumpai terakhir di
kota Madinah.” Abubakar bin Abi Syaibah berkata, “Sanad yang paling
dapat dipercaya adalah yang berasal dari Az-Zuhri dari Ali dari
Al-Husain dari ayahnya dari Ali bin Abi Thalib.”
Kelahiran
beliau dan Az-Zuhri terjadi pada hari yang sama. Sebelum kelahirannya,
Nabi SAW sudah menyebutkannya. Beliau shalat 1000 rakaat setiap hari dan
malamnya. Beliau jika berwudhu, pucat wajahnya. Ketika ditanya kenapa
demikian, beliau menjawab, “Tahukah engkau kepada siapa aku akan
menghadap?.” Beliau tidak suka seseorang membantunya untuk mengucurkan
air ketika berwudhu. Beliau tidak pernah meninggalkan qiyamul lail, baik
dalam keadaan di rumah ataupun bepergian. Beliau memuji Abubakar, Umar
dan Utsman (semoga Allah meridhoi mereka semua). Ketika berhaji dan
terdengar kalimat, “Labbaikallah…,” beliau pingsan.
Suatu
saat ketika beliau baru saja keluar dari masjid, seorang laki-laki
menemuinya dan mencacinya dengan sedemikian kerasnya. Spontan
orang-orang di sekitarnya, baik budak-budak dan tuan-tuannya, bersegera
ingin menghakimi orang tersebut, akan tetapi beliau mencegahnya. Beliau
hanya berkata, “Tunggulah sebentar orang laki-laki ini.” Sesudah itu
beliau menghampirinya dan berkata kepadanya, “Apa yang engkau tidak
ketahui dari diriku lebih banyak lagi. Apakah engkau butuh sesuatu
sehingga saya dapat membantumu?.” Orang laki-laki itu merasa malu.
Beliau lalu memberinya 1000 dirham. Maka berkata laki-laki itu, “Saya
bersaksi bahwa engkau adalah benar-benar cucu Rasulullah.”
Beliau
berkata, “Kami ini ahlul bait, jika sudah memberi, pantang untuk
menginginkan balasannya.” Beliau sempat hidup bersama kakeknya, Al-Imam
Ali bin Abi Thalib, selama 2 tahun, bersama pamannya, Al-Imam Hasan, 10
tahun, dan bersama ayahnya, Al-Imam Husain, 11 tahun (semoga Allah
meridhoi mereka semua).
Beliau setiap malamnya memangkul sendiri sekarung makanan diatas punggungnya dan menyedekahkan kepada para fakir miskin di kota Madinah. Beliau berkata, “Sesungguhnya sedekah yang sembunyi-sembunyi itu dapat memadamkan murka Tuhan.” Muhammad bin Ishaq berkata, “Sebagian dari orang-orang Madinah, mereka hidup tanpa mengetahui dari mana asalnya penghidupan mereka. Pada saat Ali bin Al-Husain wafat, mereka tak lagi mendapatkan penghidupan itu.”
Beliau
jika meminjamkan uang, tak pernah meminta kembali uangnya. Beliau jika
meminjamkan pakaian, tak pernah meminta kembali pakaiannya. Beliau jika
sudah berjanji, tak mau makan dan minum, sampai beliau dapat memenuhi
janjinya. Ketika beliau berhaji atau berperang mengendarai
tunggangannya, beliau tak pernah memukul tunggangannya itu. Manaqib dan
keutamaan-keutamaan beliau tak dapat dihitung, selalu dikenal dan
dikenang, hanya saja kami meringkasnya disini.
Beliau
meninggal di kota Madinah pada tanggal 18 Muharrom 94 H, dan
disemayamkan di pekuburan Baqi’, dekat makam dari pamannya, Al-Imam
Hasan, yang disemayamkan di qubah Al-Abbas. Beliau wafat dengan
meninggalkan 11 orang putra dan 4 orang putri. Adapun warisan yang
ditinggalkannya kepada mereka adalah ilmu, kezuhudan dan ibadah.
Sumber
: Kitab Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah
bin Alwi Alhaddad Ba’alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain
Alhabsyi Ba’alawy]
Kategori:Habaib, KAlam Ahlul Bait, kisah para waliyullah, Sejarah
ahlul bait, Imam Ali
Keteladanan Ahnaf bin Qais dan AMirul mukminin
Panglima
perang yang memimpin penyerangan ke Persia, Utbah bin Ghazwan, menerima
surat perintah Amirul Mukminin, Khilafah Umar bin Khatthab, meminta
agar mengirim sepuluh orang prajurit utama dari pasukannya yang telah
berjasa dalam perang. Perintah itupun segera dilaksanakan oleh Utbah.
Beliau mengirim sepuluh orang prajuritnya yang terbaik kepada Amirul
Mukminin di Madinah, termasuk Ahnaf bin Qais. Berangkatlah mereka ke
Madinah menemui Amirul Mukminin Umar ibn Khatthab.
Ketika
mereka tiba di Madinah langsung disambut oleh Amirul Mukminin dan
dipersilahkan duduk di majelisnya. Amirul Mukminin Umar Ibn Khatthab
menanyakannya dan kebutuhan rakyat semuanya. Mereka berkata : “Tentang
kebutuhan rakyat secara umum Amirul Mukminin lebih tahu, karena Amirul
Mukminin adalah pemimpinnya. Maka kami hanya berbicara atas nama pribadi
kami sendiri”, ucap diantara prajurit yang hadir di majelis itu.
Saat
itu, Ahnaf bin Qais mendapatkan kesempatan terakhir berbicara, karena
ia terhitung yang paling muda, diantara para prajurit yang ada.
Kemudian, Qais berkata : “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya tentara
kaum muslimin yang dikirim ke Mesir, mereka tinggal di daerah yang subur
menghijau dan tempat yagn mewah peninggalan Fir’aun”, ucap Ahnaf.
“Sedangkan
pasukan yang dikirim ke negeri Syam, mereka tinggal di tempat yang
nyaman, bnayak buah-buahan dan taman-taman layaknya istana. Sedangkan
pasukan yang dikirim ke Persia, mereka tinggal di sekitar sungai yang
melimpah air tawarnya, juga taman-taman buah-buah peninggalan para
kaisar”, ujar Ahnaf.
Namun
kami dikirim ke Bashrah, mereka tinggal di tempat yang kering dan
tandus, tidak subur tanahnya dan tidak pula menumbuhkan buah-buahan.
Salah satu tepinya laut yang asin, tepi yang satunya hanyalah hamparan
yang tandus. Maka perhatikanlah kesusahan mereka wahai Amirul Mukminin.
Perbaikilah kehidupan mereka perintahkan gubernur Anda di Bashrah untuk
membuat aliran sungai agar memiliki air tawar yang dapat menghidupi
ternak dan pepohonan. Perhatikanlah mereka dan keluarganya, ringankanlah
penderitaan mereka, karena mereka menjadikan hal itu sebagai sarana
untuk berjihad fi sabilillah”, tambah Ahnaf.
Umar
merasa sangat takjub mendengar uraian Ahnaf, kemudian bertanya kepada
utusan yang lain. “Mengapa kalian tidak melakukan seperti yang dia
lakukan”, tanya Umar. “Sungguh dia (Ahnaf) adalah seorang pemimpin”,
ujar seorang diantara prajurit itu.
Kemudian
Umar mempersiapkan perbekalan mereka dan menyiapkan perbekalan untuk
Ahnaf. Namun, Ahnaf berkata: “Demi Allah wahai Amirul Mukminin, tiadalah
kami jauh-jauh menemui Anda dan memukul perut onta selama berhari-hari
demi mendapatkan perbakalan. Saya tidak memiliki keperluan selain
keperluan kaumku seperti yang telah saya katakan kepada Anda. Jika Anda
mengabulkannya, itu sudah cukup bagi Anda”, tegas Ahnaf. Rasa takjub
Umar semakin bertambah, lalu Umar berkata : “Pemuda ini adalah pemimpin
penduduk Bashrah”, tegas Umar.
Usai
mejalis itu dan para utusan meninggalkannya, dan pergi ke tempat
menginap yang sudah disediakannya. Umar melayagkan pandangannya ke
barang-barang mereka. Dari salah satu bungkusan tersembul sepotong
pakaian. Umar menyentuhnya sambil bertanya : “Miliki siapa ini?”.
Ahnaf
menjawab : “Milik saya Amirul Mukminin”, jawabnya. Kemudian Umar
bertanya : “Berapa harganya baju ini tatkala kamu membelinya?”. Ahnaf
berkata : “Delapan dirham”, sahutnya. Ahnaf tidak pernah berbohong,
kecuali kali ini, yang sesungguhnya baju itu dia beli dengan harga 12
dirham.
Umar
menatapnya dengan penuh kasih sayang. Dengan halus dia berkata : “Saya
rasa untukmu cukup satu potong saja, kelebihan harta yang kau miliki
hendaknya kamu pakai untuk membantu muslim lainnya”. Selanjutnya, Umar
berkata kepada para prajurit pilihan itu, yang hendak kembali ke Bashrah
: “Ambillah bagi kalian yang diperlukan dan gunakan kelebihan harta
kalian pada tempatnya, agar ringan beban kalian dan banyak mendapatkan
pahala”, Ahnaf tertunduk malu mendengarkan nasihat Amirul Mukminin itu.
Perjumpaan
Ahnaf dengan Umar berlangsung satu tahun. Umar merasa bahwa Ahnaf
adalah kader yang memiliki kepribadian yang mulia setelah mengujinya.
Kemudian Amirul Mukminin mengutus Ahnaf untuk memimpin pasukan ke
Persia. Umar berpesan kepada panglimanya, Abu Musa al-Asy’ari : “Untuk
selanjutnya ikutkanlah Ahnaf sebagai pendamping, ajak dia bermusyawarah
dalam segala urusan dan perhatikanlah usulannya”, ujar Umar.
Ahnaf
memang masih sangat belia. Tetapi, Ahnaf salah seorang tokoh dari Bani
Tamim yang sangat dimuliakan kaumnya. Kaum Bani Tamim sangat berjasa
dalam menaklukkan musuh, dan mempunyai prestasi yang cemerlang dalam
berbagai peperangan. Termasuk dalam peperangan besar menaklukan kota
Tustur dan menawan pemimpin mereka, yaitu Hurmuzan.
Humurzan
adalah pemimpin Persia paling berani dan kuat serta keras. Hurmuzan
juga ahli dalam strategi perang, dan berkali –kali menghkhianati kaum
muslimin.
Tatkala
dalam posisi terdesak di salah satu bentengnya yang kokoh di Tustur,
dia masih bisa bersikap sombong. “Aku punya seratus batang panah. Dan
demi Allah, kalian tidak mampu menangkapku sebelum habis panah-panah
ini”, ujarnya. Kemudian pasukan Islam bertanya kepadanya : “Apa yang
engkau kehendaki?”. “Aku mau diadili dibawah hukum Umar bin Khatthab.
Hanya dia yang boleh menghukumku”, ucap Hurmuzan. Pasukan Islam itu
menjawab : “Baiklah. Kami setuju”. Lalu, Humurzan meletakkan panahnya ke
tanah, sebagai tanda menyerah.
Pasukan
Islam yang dipimpin panglima Anas bin Malik dan Ahnaf itu, membawa
Humurzan ke Madinah, dan menghadap Amirul Mukminin. Setibanya
dipinggiran kota Madinah, mereka menyuruh Humurzan menggunakan pakaian
kebesarannya, yang terbuat dari sutera mahal bertabur emas permata dan
berlian. Di kepalanya bersemanyam mahkota yang penuh dengan intan
berlian yang sangat mahal.
Humurzan
langsung dibawa ke rumah Amirul Mukminin Umar bin Khatthab, tetapi
beliau tidak ada di rumah. Seseorang berkata, beliau pergi ke masjid.
Rombongan itu pergi ke masjid, namun tak terlihat ada didalam masjid.
Saat rombongan mondar-mandir mencari Amirul Mukminin, salah seorang
penduduk berkata: “Anda mencari Amirul Mukminin?” “Benar, di mana Amirul
Mukminin?”, ujarnya mereka. Lalu, seorang anak diantara penduduk itu,
menyahut: “Beliau tertidur di samping kanan masjid dengan berbantalkan
surbannya”.
Rombongan
itu mendapatkan Amirul Mukminin sedang lelap disamping masjid. Tanpa
mendapatkan penjagaan. Memang Umar sangat terkenal kezuhudan dan
kesederhanaannya. Tetapi, sesungguhnya lelaki yang zuhud dan sederhana
ini telah menaklukan Romawi dan raja-raja lain, dan tidur tanpa bantal
dan tanpa pengawal.
Kemudian,
Humurzan melihat isyarat dari ‘Ahnaf, dan bertanya : “Siapakah orang
yang tidur itu?”, tanya Hurmuzan. “Dia Amirul Mukminin Umar bin
Khatthab”, jawab Mughirah. Betapa terkejutnya Humurzan, lalu dia berkata
: “Umar? Lalu, di mana pengawalnya atau penjaga?”, tambah Hurmuzan.
“Beliau tidak memiliki pengawal”, tambah Mughirah. “Kalau begitu, pasti
dia nabi”, tambah Hurmuzan. “Tidak ada nabi setelah Nabi Muhammad
Shallahu alaihi wa sallam”, tegas Mughirah.
Saat
Umar terbangun, dan melihat Hurmuzan, dan berkata : “Aku tak sudi
berbicara dengannya sebelum kalian melepas pakian kemegahan dan
kesombongan itu”, tegas Umar. Mereka melucuti kemewahan pakaian
Hurmuzan, kemudian memberikan gamis untuk menutup auratnya. Sesudah itu
Umar menjumpainya, dan berkata : “Bagaimana akibat pengkhianatan dan
ingkar janjimu itu?”
Dengan
menunduk lesu, Hurmuzan serta penuh dengan kehinaan ia berkata : “Wahai
Umar, pada masa jahiliyah, ketika antara kalian dengan kami tidak ada
Rabb, kami selalu menang atas kalian. Tapi begitu kalian memeluk Islam,
Allah menyertai kalian, sehingga kami kalah. Kalian menang atas kami
memang, karena hal itu, tetapi juga karena kalian bersatu, sedangkan
kami bercerai berai”, ungkap Hurmuzan.
Penguasa
yang sudah kalah dan menyerah itu, merasakan kasih dalam Islam, dan
akhirnya mengucapkan dua kalimah syahadah, dan masuk Islam. Inilah
kebesaran Islam, yang telah diteladai para pemimpinnya, dan menjalankan
Islam dengan sungguhnya. Tidak sedikitpun mereka berkhianat terhadap
Islam, sampai akhirnya musuhpun memeluk Islam, karena merasa mendapatkan
kemuliaan dalam Islam. Wallahu’alam.
ADA APA DENGAN WAHABI ???
Segala puji bagi Allah Tuhan alam semesta. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta para keluarga beliau yang suci dan para sahabat beliau yang mulia dan baik.
Wahai kaum Wahabi, kalian adalah pemeluk agama yang baru. Yaitu agama yang diciptakan oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Dalilnya adalah sebelum datangnya Muhammad bin Abdul Wahab, para muslimin belum pernah ada yang mengharamkan perkataan ‘Yaa Muhammad’.
Seorang yang telah diberi gelar oleh Muhammad bin Abdul Wahab sebagai Syeikhul Islam saja, yaitu Ibnu Taimiyah, telah mengakui kebolehan menyebut kata ‘Yaa Muhammad’. Yaitu ketika seseorang dalam keadaan genting dan kakinya terkena khodar (hilang rasa). Beliau berkata, “Dianjurkan bagi seseorang yang kakinya terkena khodar untuk berkata ‘Yaa Muhammad’.”
Dalilnya adalah kisah Abdullah bin Umar r.a. yang suatu ketika tertimpa khodar di kakinya. Rasulullah lalu berkata, “Sebutkanlah nama seseorang yang paling kau cintai!” Maka beliau berkata, “Yaa Muhammad!” dan sembuhlah ia dari penyakit tersebut. Baca selengkapnya…
Kategori:Sejarah, Umum
AHLUSSUNNAH, ibnu taimiyah, wahabi
” Rasulullah SAW cinta kepada orang yang mencintai keturunannya “
Abdullah Bin Mubarak mempunyai suatu kebiasaan, yaitu melaksanakan ibadah haji pada suatu tahun kemudian berperang fi sabilillah pada tahun berikutnya. Pada suatu kali, dia pernah menceritakan suatu peristiwa yang dialaminya pada suatu tahun hajinya;
Aku pergi ke pasar Kuffah, Iraq, untuk membeli unta dengan membawa 500 Dinar emas. DI tengah perjalanan, aku melihat seorang wanita yang sedang membersihkan bulu ayam, sedangkan aku yakin bahwa ayam itu berasal dari bangkai ayam. Kemudian aku mendekatinya dan berkata, ” Mengapa kamu melakukan hal ini?”
Dia menjawab, “Wahai hamba Allah, janganlah kamu bertanya kepadaku tentang perkara yang tidak bermanfaat bagimu.”
dari sela-sela jawabannya aku dapat memahami sesuatu telah terjadi dengannya, lalu aku mendesaknya lagi dengan satu pertanyaan. Dia menjawab, “Wahai hamba Allah, aku terpaksa mengatakan rahasiaku kepadamu, semoga Allah merahmatimu. Aku adalah seorang wanita Alawiyyah (Sebutan untuk wanita keturunan Sayyidina Ali Bin Abi Thalib, yang biasa disebut Syarifah) dan aku mempunyai empat orang putri sedangkan ayah dari anak-anakku ini telah meninggal dunia sejak beberapa waktu lalu. Hari ini adalah hari keempat kami tidak makan apapun. Oleh karena itu adalah halal bagi kami untuk memakan bangkai dalam keadaan darurat seperti sekarang ini. Kemudian aku mengambil bangkai ayam ini seperti yang engkau lihat aku sedang membersihkannya saat ini, untuk kuberikan kepada anak-anakku.”
Kemudian aku berkata kepada diriku sendiri, “Celakalah engkau, wahai Ibn Mubarak, betapa senang keadaanmu dibandingkan dengan orang ini?” Aku berkata kepada wanita tersebut, “Bukalah kantongmu.” Kemudian aku memasukkan semua uang Dinarku ke dalam kantong kainnya, sedang dia terdiam dan tidak menoleh. Aku bertanya kepadanya, “Kembalilah ke rumahmu dengan uang ini untuk memperbaiki kondisi keluargamu.: Jadi, pada tahun ini Allah SWT telah mencabut dari diriku keinginan untuk menunaikan ibadah haji dan aku segera kembali ke negeriku.
Setelah para jamaah pulang dari haji, aku menemui dan bertamu ke rumah para tetangga dan teman-temanku yang baru kembali dari ibadah haji sambil mengucapkan kepada mereka, “Semoga Allah menerima hajimu dan membalas segala usahamu.” Akan tetapi, anehnya mereka juga mengucapkan hal yang sama kepadaku. Semoga Allah menerima hajimu dan membalas segala usahamu. Bukankah kami bertemu denganmu pada beberapa tempat ini dan itu pada waktu haji?”
Kebanyakan mereka pun mengatakan hal yang sama kepadaku. Aku terus memikirkan keanehan peristiwa ini. Kemudian dalam mimpiku aku melihat Nabi SAW berkata kepadaku,
“Wahai hamba Allah janganlah engkau heran, sesungguhnya engkau telah menolong seorang yang sengsara dari (golongan) anakku amak aku meminta kepada Allah agar Dia ciptakan seorang malaikat yang serupa bentuknya denganmu untuk menghajikanmu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar