sejarah om iwan selama di penjara
Virgiawan Listianto yang populer dengan nama Iwan Fals dikenal sebagai
‘wakil rakyat’ yang lantang menyuarakan seruan hati para wong cilik.
Sepanjang karirnya selama kurang lebih 20 tahun di dunia musik ia telah
terbukti memiliki kelompok penggemar khusus yang dekat dengan
kemiskinan, ketidakadilan dan pengangguran. Lagu-lagunya kerap
dihubungkan dengan protes-protes sosial seperti pernah terkenal lewat
Oemar Bakrie (1981) dan Bento (1991).
Nama besar yang
disandangnya saat ini dicapainya setelah melalui jalan penuh kerikil
dan berdebu di bawah hujan dan terik matahari dalam komunitas ‘pengamen
jalanan’. Pria yang diberi julukan “Pahlawan Besar Asia” menurut
majalah Time Asia edisi 29 April 2002 ini mengalami banyak perubahan
selama enam tahun terakhir.
Kepergian anak pertamanya, Galang Rambu Anarki (almarhum),
April 1997, seorang gitaris yang baru saja meluncurkan album perdananya
di usia 15 tahun, membuatnya semakin menghargai posisinya sebagai
seorang ayah yang harus menjaga, mendidik, dan memelihara anak-anaknya.
Rasa cintanya kepada dua anaknya, Annisa Cikal Rambu Basae dan Rayya
Rambu Robbani, adalah pengobar semangat di usianya yang kini sudah
berkepala empat.
Iwan Fals yang pernah memperoleh Juara II Karate Tingkat
Nasional, sempat masuk pelatnas dan melatih karate di kampusnya, STP
(Sekolah Tinggi Publisistik) sehari-harinya dipanggil Tanto. Ia lahir
pada 3 September 1961 di Jakarta dalam keluarga besar yang taat
beragama. Dari sembilan bersaudara, empat meninggal dunia. Semenjak
kecil Iwan sering diajak ibunya, Lies Haryoso, mengikuti berbagai
kegiatan sosial. Kini, ibunya masih aktif mengurusi sebuah yayasan
sosial miliknya yang menampung anak-anak tidak mampu dan menyantuni
orang-orang jompo. Yayasan sosial `Hairun Nissa' yang didirikannya
tahun 1986, kini menyantuni 213 anak dalam panti, 90 anak non panti,
dan 313 orang tua jompo.
Semenjak kecil Iwan sudah berjiwa sosial dan sangat perhatian kepada
teman-temannya. Itu semua terbukti ketika Iwan dengan murah hati
memberikan pakaian yang dia pakai dan sepatu baru yang harganya mahal
kepada temannya yang membutuhkan. Meskipun cerdas, di sekolah Iwan
biasa-biasa saja karena waktunya habis untuk mengembangkan bakat
seninya dalam mencipta lagu, memainkan gitar, harmonika dan piano.
Menginjak usia 13 tahun, Iwan mulai mengamen di Bandung. Sama seperti
anak SMP lainnya, Iwan suka memperhatikan teman-temannya yang sering
memainkan gitar sembari nongkrong menghabiskan waktu. Tidak mau kalah
dengan temannya, Iwan mulai belajar gitar sedikit demi sedikit. Suatu
kali ia pernah mencoba memainkan gitar temannya, namun bukan pujian
yang diterima melainkan omelan karena senar gitar itu dibuatnya putus.
Gitar
seakan-akan sudah menjadi sahabat yang tak terpisahkan bagi Iwan.
Bahkan ketika ia bersekolah di KBRI, Jedah, Arab Saudi, selama 8 bulan,
gitar menjadi teman penghibur di kala sepi datang menghadang. Dalam
perjalanan pulang dari Jedah ketika musim haji, Iwan mendapat
pengalaman yang unik. Seorang pramugari mengajarinya menyanyikan lagu
Blowing in the Wind Bob Dylan dan membantu menyetem gitarnya yang fals.
Karena ingin tampil beda dan menarik perhatian teman-temannya
yang suka memainkan lagu-lagu Rolling Stones, Iwan yang juga menjadi
pemain gitar di vokal grup sekolahnya SMP 5 Bandung mencoba mengarang
lagu sendiri. Ia membuat lagu yang liriknya lucu, bercanda, bahkan
mengutak-ngatik lagu orang. Ulahnya ini tentu membuat teman-temannya
tertawa terpingkal-pingkal.
Bersama Engkos, manajernya yang
berprofesi sebagai tukang bengkel sepeda motor, Iwan mulai menyanyi di
berbagai acara hajatan, kawinan atau sunatan. Kesibukan barunya dengan
gitar sembari mencari teman dan memperluas pergaulan membuat ia sering
membolos lalu pindah sekolah. Lagu Iwan sempat direkam dan diputar di
Radio 8 EH namun radio ini akhirnya dibredel.
Waktu terus
berjalan sementara lagu-lagu Iwan mulai terkenal, tidak hanya di
Bandung tetapi juga di Jakarta. Karena tertarik dengan ajakan seorang
produser, Iwan yang masih bersekolah di SMAK BPK Bandung, pergi ke
Jakarta bersama teman-temannya dari Bandung, yakni Toto Gunarto, Helmi,
Bambang Bule yang tergabung dalam kelompok Ambradul untuk masuk dapur
rekaman dengan bekal uang hasil penjualan sepeda motor Iwan. Namun,
penjualan album tersebut kurang sukses di pasaran.
Setelah
rekaman ini, Iwan kembali mengamen dan ikut berbagai festival. Ia
sempat menjuarai festival musik country lalu mengikuti festival lagu
humor. Oleh Arwah Setiawan (almarhum), lagu-lagu humor Iwan direkam dan
diproduseri oleh Handoko di bawah bendera perusahaan ABC Records. Dalam
rekaman ini Iwan ditemani oleh Pepeng (pembaca acara kuis Jari-jari),
Krisna, dan Nana Krip. Album ini pun bernasib sama dengan album rekaman
sebelumnya yang hanya dikonsumsi kalangan tertentu saja, seperti anak
muda.
Rupanya pintu kesempatan belum tertutup bagi Iwan. Setelah
sempat rekaman sekitar 4-5 album, nama Iwan akhirnya melejit di tangan
Musica Studio yang kemudian menghasilkan album-album karyanya, seperti
Sarjana Muda, album solo perdananya, yang aransemen musiknya dimotori
oleh Willy Soemantri, album 1910, album Mata Dewa, yang meledak di
pasaran. Walaupun nama Iwan Fals sebagai penyanyi dan musisi semakin
populer, banyak orang hanya tahu nama namun tidak kenal wajah karena
Iwan baru masuk televisi setelah tahun 1987 padahal rekaman pertamanya
dilakukan tahun 1979, waktu itu usianya masih 18 tahun.
Meskipun
sudah masuk dapur rekaman dan albumnya diterima oleh pasar, Iwan
diam-diam masih mengamen dari rumah ke rumah, acara hajatan dan
sunatan, sembari sekali-sekali di Pasar Kaget, Blok M karena ia harus
menghidupi keluarganya. Ia juga sekali-sekali memanfaatkan mobil colt
abu-abu miliknya untuk menarik penumpang sepulang dari studio.
Pada
awal 1982, isteri Iwan, Rosana, melahirkan anak pertama, Galang Rambu
Anarki di tengah keadaan ekonomi yang sedang sulit. Meskipun demikian,
Iwan tetap bersyukur dengan membuat lagu khusus berjudul Galang Rambu
Anarki sama dengan nama anaknya. Selama 3 tahun selanjutnya Iwan masih
mengamen. Baru tahun 1985, setelah anak keduanya lahir, Anissa Cikal
Rambu Basae, Iwan memutuskan berhenti total dari mengamen.
Di
masa Orde Baru, lagu-lagu Iwan sempat dicekal dan ia dilarang melakukan
pertunjukan di beberapa daerah. Pada 1984 ia mendapat masalah karena
lagunya yang berjudul Mbak Tini. Lagu ini berkisah tentang Mbak Tini,
seorang pelacur yang membuka warung kopi di pinggir jalan dan mempunyai
suami bernama Soeharto, seorang supir truk. Oleh pihak yang berwenang
waktu itu, lagu tersebut dianggap menghina presiden RI, Soeharto.
Akibatnya, Iwan terancam bakal masuk penjara. Padahal, menurut Iwan,
lagu tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan Soeharto dan
istrinya, (mendiang) Tien Soeharto.
Dalam mencipta lagu, Iwan
mendapat inspirasi dari koran, televisi, keadaan sekitar dan alam. Saat
rezim Orde Baru menghadapi detik-detik ketumbangannya, misalnya, ia
membuat lagu berjudul Kamu Sudah Gila, Apa Kamu Sudah Jadi Tuhan?
Sedangkan lagunya Belalang Tua diilhami oleh seekor belalang yang
bergayut di selembar daun selama berhari-hari di kebun miliknya.
Setelah
album Orang Gila (1993), Iwan, yang sempat kuliah di Lembaga Pendidikan
Kesenian Jakarta (sekarang Institut Kesenian Jakarta) menghilang selama
kurang lebih 10 tahun dari hingar bingar industri rekaman. Dalam kurun
waktu itu, Iwan bergabung dengan berbagai kelompok, yakni Swami, Dalbo,
Kantata Takwa, dan Kantata Samsara. Kolaborasinya itu melibatkan
beberapa musisi dan budayawan ternama, seperti Setiawan Djody, Sawung
Jabo, WS Rendra, dan Jocky Suryoprayogo.
Iwan juga melakukan
beberapa kerjasama di luar kelompok tersebut, di antaranya melahirkan
album Anak Wayang (bersama Sawung Jabo), Terminal dan Orang Pinggiran
(bersama Franky Sahilatua), serta Mata Hati (bersama Bobby Erres). Baru
pada tahun 2002, Iwan mengeluarkan album berjudul Suara Hati, sebuah
album comeback yang betul-betul merupakan hasil karyanya bersama
grupnya.
Pada 18 Juni 2003 yang lalu, Iwan bersama isterinya,
Mbak Yos, yang juga merangkap sebagai manajernya baru saja melempar
album baru di bawah bendera Musica Studio berjudul Iwan Fals: In
Collaboration With, yang kebanyakan berisi lagu-lagu cinta. Dari 10
lagu, kecuali Rinduku karya Harry Roesli, lima lagu lainnya dibuat oleh
pencipta-pencipta lagu muda, yaitu Pongky "Jikustik" (Aku Bukan
Pilihan), Eross "Sheila on 7" (Senandung Lirih), Piyu "Padi" (Sesuatu
yang Tertunda), Azis MS "Jamrud" (Ancur) dan Kikan "Cokelat" (Sudah
Berlalu) sedangkan empat lagu lainnya, diambil dari album Suara Hati,
yaitu Kupu-kupu Hitam Putih, Belalang Tua, Suara Hati dan Hadapi Saja
yang semuanya diaransemen ulang.
‘wakil rakyat’ yang lantang menyuarakan seruan hati para wong cilik.
Sepanjang karirnya selama kurang lebih 20 tahun di dunia musik ia telah
terbukti memiliki kelompok penggemar khusus yang dekat dengan
kemiskinan, ketidakadilan dan pengangguran. Lagu-lagunya kerap
dihubungkan dengan protes-protes sosial seperti pernah terkenal lewat
Oemar Bakrie (1981) dan Bento (1991).
Nama besar yang
disandangnya saat ini dicapainya setelah melalui jalan penuh kerikil
dan berdebu di bawah hujan dan terik matahari dalam komunitas ‘pengamen
jalanan’. Pria yang diberi julukan “Pahlawan Besar Asia” menurut
majalah Time Asia edisi 29 April 2002 ini mengalami banyak perubahan
selama enam tahun terakhir.
Kepergian anak pertamanya, Galang Rambu Anarki (almarhum),
April 1997, seorang gitaris yang baru saja meluncurkan album perdananya
di usia 15 tahun, membuatnya semakin menghargai posisinya sebagai
seorang ayah yang harus menjaga, mendidik, dan memelihara anak-anaknya.
Rasa cintanya kepada dua anaknya, Annisa Cikal Rambu Basae dan Rayya
Rambu Robbani, adalah pengobar semangat di usianya yang kini sudah
berkepala empat.
Iwan Fals yang pernah memperoleh Juara II Karate Tingkat
Nasional, sempat masuk pelatnas dan melatih karate di kampusnya, STP
(Sekolah Tinggi Publisistik) sehari-harinya dipanggil Tanto. Ia lahir
pada 3 September 1961 di Jakarta dalam keluarga besar yang taat
beragama. Dari sembilan bersaudara, empat meninggal dunia. Semenjak
kecil Iwan sering diajak ibunya, Lies Haryoso, mengikuti berbagai
kegiatan sosial. Kini, ibunya masih aktif mengurusi sebuah yayasan
sosial miliknya yang menampung anak-anak tidak mampu dan menyantuni
orang-orang jompo. Yayasan sosial `Hairun Nissa' yang didirikannya
tahun 1986, kini menyantuni 213 anak dalam panti, 90 anak non panti,
dan 313 orang tua jompo.
Semenjak kecil Iwan sudah berjiwa sosial dan sangat perhatian kepada
teman-temannya. Itu semua terbukti ketika Iwan dengan murah hati
memberikan pakaian yang dia pakai dan sepatu baru yang harganya mahal
kepada temannya yang membutuhkan. Meskipun cerdas, di sekolah Iwan
biasa-biasa saja karena waktunya habis untuk mengembangkan bakat
seninya dalam mencipta lagu, memainkan gitar, harmonika dan piano.
Menginjak usia 13 tahun, Iwan mulai mengamen di Bandung. Sama seperti
anak SMP lainnya, Iwan suka memperhatikan teman-temannya yang sering
memainkan gitar sembari nongkrong menghabiskan waktu. Tidak mau kalah
dengan temannya, Iwan mulai belajar gitar sedikit demi sedikit. Suatu
kali ia pernah mencoba memainkan gitar temannya, namun bukan pujian
yang diterima melainkan omelan karena senar gitar itu dibuatnya putus.
Gitar
seakan-akan sudah menjadi sahabat yang tak terpisahkan bagi Iwan.
Bahkan ketika ia bersekolah di KBRI, Jedah, Arab Saudi, selama 8 bulan,
gitar menjadi teman penghibur di kala sepi datang menghadang. Dalam
perjalanan pulang dari Jedah ketika musim haji, Iwan mendapat
pengalaman yang unik. Seorang pramugari mengajarinya menyanyikan lagu
Blowing in the Wind Bob Dylan dan membantu menyetem gitarnya yang fals.
Karena ingin tampil beda dan menarik perhatian teman-temannya
yang suka memainkan lagu-lagu Rolling Stones, Iwan yang juga menjadi
pemain gitar di vokal grup sekolahnya SMP 5 Bandung mencoba mengarang
lagu sendiri. Ia membuat lagu yang liriknya lucu, bercanda, bahkan
mengutak-ngatik lagu orang. Ulahnya ini tentu membuat teman-temannya
tertawa terpingkal-pingkal.
Bersama Engkos, manajernya yang
berprofesi sebagai tukang bengkel sepeda motor, Iwan mulai menyanyi di
berbagai acara hajatan, kawinan atau sunatan. Kesibukan barunya dengan
gitar sembari mencari teman dan memperluas pergaulan membuat ia sering
membolos lalu pindah sekolah. Lagu Iwan sempat direkam dan diputar di
Radio 8 EH namun radio ini akhirnya dibredel.
Waktu terus
berjalan sementara lagu-lagu Iwan mulai terkenal, tidak hanya di
Bandung tetapi juga di Jakarta. Karena tertarik dengan ajakan seorang
produser, Iwan yang masih bersekolah di SMAK BPK Bandung, pergi ke
Jakarta bersama teman-temannya dari Bandung, yakni Toto Gunarto, Helmi,
Bambang Bule yang tergabung dalam kelompok Ambradul untuk masuk dapur
rekaman dengan bekal uang hasil penjualan sepeda motor Iwan. Namun,
penjualan album tersebut kurang sukses di pasaran.
Setelah
rekaman ini, Iwan kembali mengamen dan ikut berbagai festival. Ia
sempat menjuarai festival musik country lalu mengikuti festival lagu
humor. Oleh Arwah Setiawan (almarhum), lagu-lagu humor Iwan direkam dan
diproduseri oleh Handoko di bawah bendera perusahaan ABC Records. Dalam
rekaman ini Iwan ditemani oleh Pepeng (pembaca acara kuis Jari-jari),
Krisna, dan Nana Krip. Album ini pun bernasib sama dengan album rekaman
sebelumnya yang hanya dikonsumsi kalangan tertentu saja, seperti anak
muda.
Rupanya pintu kesempatan belum tertutup bagi Iwan. Setelah
sempat rekaman sekitar 4-5 album, nama Iwan akhirnya melejit di tangan
Musica Studio yang kemudian menghasilkan album-album karyanya, seperti
Sarjana Muda, album solo perdananya, yang aransemen musiknya dimotori
oleh Willy Soemantri, album 1910, album Mata Dewa, yang meledak di
pasaran. Walaupun nama Iwan Fals sebagai penyanyi dan musisi semakin
populer, banyak orang hanya tahu nama namun tidak kenal wajah karena
Iwan baru masuk televisi setelah tahun 1987 padahal rekaman pertamanya
dilakukan tahun 1979, waktu itu usianya masih 18 tahun.
Meskipun
sudah masuk dapur rekaman dan albumnya diterima oleh pasar, Iwan
diam-diam masih mengamen dari rumah ke rumah, acara hajatan dan
sunatan, sembari sekali-sekali di Pasar Kaget, Blok M karena ia harus
menghidupi keluarganya. Ia juga sekali-sekali memanfaatkan mobil colt
abu-abu miliknya untuk menarik penumpang sepulang dari studio.
Pada
awal 1982, isteri Iwan, Rosana, melahirkan anak pertama, Galang Rambu
Anarki di tengah keadaan ekonomi yang sedang sulit. Meskipun demikian,
Iwan tetap bersyukur dengan membuat lagu khusus berjudul Galang Rambu
Anarki sama dengan nama anaknya. Selama 3 tahun selanjutnya Iwan masih
mengamen. Baru tahun 1985, setelah anak keduanya lahir, Anissa Cikal
Rambu Basae, Iwan memutuskan berhenti total dari mengamen.
Di
masa Orde Baru, lagu-lagu Iwan sempat dicekal dan ia dilarang melakukan
pertunjukan di beberapa daerah. Pada 1984 ia mendapat masalah karena
lagunya yang berjudul Mbak Tini. Lagu ini berkisah tentang Mbak Tini,
seorang pelacur yang membuka warung kopi di pinggir jalan dan mempunyai
suami bernama Soeharto, seorang supir truk. Oleh pihak yang berwenang
waktu itu, lagu tersebut dianggap menghina presiden RI, Soeharto.
Akibatnya, Iwan terancam bakal masuk penjara. Padahal, menurut Iwan,
lagu tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan Soeharto dan
istrinya, (mendiang) Tien Soeharto.
Dalam mencipta lagu, Iwan
mendapat inspirasi dari koran, televisi, keadaan sekitar dan alam. Saat
rezim Orde Baru menghadapi detik-detik ketumbangannya, misalnya, ia
membuat lagu berjudul Kamu Sudah Gila, Apa Kamu Sudah Jadi Tuhan?
Sedangkan lagunya Belalang Tua diilhami oleh seekor belalang yang
bergayut di selembar daun selama berhari-hari di kebun miliknya.
Setelah
album Orang Gila (1993), Iwan, yang sempat kuliah di Lembaga Pendidikan
Kesenian Jakarta (sekarang Institut Kesenian Jakarta) menghilang selama
kurang lebih 10 tahun dari hingar bingar industri rekaman. Dalam kurun
waktu itu, Iwan bergabung dengan berbagai kelompok, yakni Swami, Dalbo,
Kantata Takwa, dan Kantata Samsara. Kolaborasinya itu melibatkan
beberapa musisi dan budayawan ternama, seperti Setiawan Djody, Sawung
Jabo, WS Rendra, dan Jocky Suryoprayogo.
Iwan juga melakukan
beberapa kerjasama di luar kelompok tersebut, di antaranya melahirkan
album Anak Wayang (bersama Sawung Jabo), Terminal dan Orang Pinggiran
(bersama Franky Sahilatua), serta Mata Hati (bersama Bobby Erres). Baru
pada tahun 2002, Iwan mengeluarkan album berjudul Suara Hati, sebuah
album comeback yang betul-betul merupakan hasil karyanya bersama
grupnya.
Pada 18 Juni 2003 yang lalu, Iwan bersama isterinya,
Mbak Yos, yang juga merangkap sebagai manajernya baru saja melempar
album baru di bawah bendera Musica Studio berjudul Iwan Fals: In
Collaboration With, yang kebanyakan berisi lagu-lagu cinta. Dari 10
lagu, kecuali Rinduku karya Harry Roesli, lima lagu lainnya dibuat oleh
pencipta-pencipta lagu muda, yaitu Pongky "Jikustik" (Aku Bukan
Pilihan), Eross "Sheila on 7" (Senandung Lirih), Piyu "Padi" (Sesuatu
yang Tertunda), Azis MS "Jamrud" (Ancur) dan Kikan "Cokelat" (Sudah
Berlalu) sedangkan empat lagu lainnya, diambil dari album Suara Hati,
yaitu Kupu-kupu Hitam Putih, Belalang Tua, Suara Hati dan Hadapi Saja
yang semuanya diaransemen ulang.
Langganan:
Poskan Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar