6 Fakta di Balik Wajah "Garang" Slank
Mimpi tur bareng Rolling Stone. Siapa wanita pemusik idola mereka?
Jum'at, 20 Desember 2013, 12:18 WIB
VIVAlife - Lantunan Indonesia Raya
mengalun syahdu. Semangat nasionalis serentak menggema di Stadion Utama
Gelora Bung Karno, Jakarta. Orang-orang serentak berdiri. Mulut mereka
merapal bait-bait lagu kebangsaan itu.
Beberapa nyala pemantik api menambah khidmat suasana. Haru perlahan menyeruak di dada.
Itu bukan momen kemenangan Indonesia dalam kompetisi olah raga. Tak ada Sang Saka Merah Putih yang tengah berkibar gagah. Koor Indonesia Raya malam itu, Jumat, 13 Desember 2013, hadir di tengah konser “30 Tahun Slank Nggak Ada Matinya”.
Puluhan ribu Slankers
memadati GBK. Mereka datang dari berbagai penjuru wilayah Indonesia.
Beberapa pejabat pun hadir, seperti Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo,
Menteri Perdagangan dan Industri Gita Wirjawan, serta Menteri Pemuda dan
Olahraga Roy Suryo.
Mereka disatukan cinta.
Kecintaan pada musik Indonesia dan Slank, band rock legendaris yang
telah membuktikan eksistensi diri selama 30 tahun. Malam itu, konser
akbar sukses digelar. Rinai hujan sama sekali tak menjadi pengganggu.
Di tengah konser, doa
dipanjatkan. Kue ulang tahun pun dipotong. Setelah mencapai klimaks,
Slank menutupnya dengan dua lagu manis nan romantis. Terlalu Manis, Pulau Biru, dan Kamu Harus Pulang. Dalam langkah gontai yang meninggalkan GBK, tersirat kepuasan.
Konser itu adalah wujud
perayaan ulang tahun ke-30 Slank. Mereka berhasil membuktikan diri tetap
eksis, bergelimang karya dan prestasi. Tak hanya konser, Slank juga
akan meluncurkan film berjudul Slank Nggak Ada Matinya, 24 Desember mendatang.
Perjalanan panjang mereka
memang patut diabadikan. Namun, selama 30 tahun ini ada hal-hal kecil
tentang Slank yang mungkin luput dari perhatian para penggemarnya. Dalam
wawancara khusus dengan VIVAlife, Senin, 16 Desember 2013 Slank tanpa sungkan membaginya.
Pentas paling berkesan
Slank takkan pernah melupakan sejarah yang mereka torehkan Jumat itu. Untuk pertama kalinya, grup band asal Gang Potlot itu manggung di Stadion Utama GBK, Jakarta. Bagi mereka, itu pencapaian mimpi yang terindah.
Sudah lama mereka ingin
pentas di tempat yang juga menjadi panggung sejarah Metallica di
Indonesia, 25 Agustus lalu. Tapi, perizinan dan keamanan selalu menjadi
kendala. Maka, saat akhirnya kesempatan ada di depan mata, mereka tak
menyia-nyiakannya.
“Mimpinya sudah
bertahun-tahun. Pelaksanaannya seperti Sangkuriang. Sebulan sebelum
show, sponsor baru dapat,” cerita Bimbim. Tak heran, konser kali itu
menjadi menjadi momen paling berkesan bagi Slank.
Sebelum itu, kesan-kesan tak terlupakan selalu didapat Slank dari kejadian unik saat manggung. Suatu kali, Kaka bercerita, lampu panggung pernah salah sorot. “Yang lagi melodi Ridho tapi yang disorot Abdee,” ujarnya.
Pernah juga ia terpeleset saat manggung di Hard Rock CafĂ©, karena menggunakan efek dry ice. Itu mirip dengan cerita Ridho, yang juga pernah terpeleset saat tampil di saluran televisi nasional. “Ya dianggap gimmick saja,” Ridho melanjutkan.
Yang dialami Ivanka, agak
berbeda. Ia pernah menanggung malu saat tampil di Jepang. Mendadak,
kabel bass-nya lepas. “Lagi main, terus maju-maju. Eh kabelnya copot,” ia bercerita sambil tertawa mengenang kejadian itu. Meski begitu, aksi tetap dilanjutkan.
Ritual sebelum pentas
Tak ada yang tahu apa
yang dilakukan Bimbim, Kaka, Abdee, Ridho, dan Ivanka sebelum naik ke
atas pentas. Panggung hanya menampilkan satu sisi mereka. Sebenarnya,
masing-masing personel Slank punya ritual unik sebelum manggung.
Usai berdoa bersama untuk
kelancaran aksi, Bimbim biasanya punya permintaan khusus. Cermin. Ia
selalu harus melihat pantulan diri di cermin sebelum tampil. “Jadi harus
ada cermin di belakang panggung. Untuk ngaca, meyakinkan diri sendiri,” katanya.
Persiapan Kaka, jauh lebih lama. Satu sampai dua jam sebelum manggung, ia punya silent moment
sendiri. Selama itu, ia tak bicara sepatah katapun, pada siapapun.
“Saya tidak terima telepon dan tidak bicara sama siapa-siapa. Penting
itu, ,” ia menuturkan. Sedang Ivanka, memilih stretching.
Kebiasaan unik
Tak hanya sebelum beraksi
di atas panggung, sehari-harinya personel Slank juga punya kebiasaan
unik. Ivanka, misalnya, memegang teguh prinsip agama untuk salat tepat
waktu. Itu disebutkan Sang Vokalis, Kaka. Setiap azan berkumandang,
Ivanka langsung pamit berwudhu dan salat.
“Pokoknya on time. Kalau azannya pas lagi latihan, ya berhenti dulu untuk salat,” ujar Kaka.
Di luar itu, ada satu
kebiasaan yang disepakati bersama. Slank paling enggan diminta mengisi
acara di pagi hari. Mereka lebih memanfaatkan awal hari untuk
beristirahat. Sebab, malamnya mereka latihan, makin mengasah kemampuan
masing-masing bermusik.
Kaka menjelaskan,
biasanya mereka berlatih sejak pukul dua siang sampai delapan malam.
Setelah itu, Slank tak langsung tidur. Mereka masih bercengkerama
menuangkan pemikiran masing-masing. “Soal apa saja. Mulai dari politik, nature, sosial, sampai anatomi tubuh,” ia menyebutkan.
Tak jarang, ide-ide
kreatif untuk penciptaan lagu muncul dari situ. Diskusi membawa
inspirasi. Usai azan subuh berkumandang dan kewajiban salat ditunaikan,
barulah mereka bergelung di tempat tidur masing-masing.
Sosok idola
Dari pemuda Jakarta
biasa, para personel Slank bertransformasi menjadi idola. Tiga dekade
bukan waktu yang singkat. Masing-masing mereka telah berproses.
Begitupula dengan Slank itu sendiri.
Kini Slankers, sebutan
bagi penggemar grup band beraliran rock n roll itu, jumlahnya mencapai
ratusan ribu. Setiap idolanya konser, mereka berhimpun di bawah satu
bendera Slank.
Namun, siapa sesungguhnya
idola para personel Slank? Jawabannya gamblang: Rolling Stone. Di awal
kemunculan Slank, Bimbim dan Kaka bahkan hanya mau membawakan lagu-lagu
band asal Inggris itu.
Saat ditanya dengan siapa mereka mimpi berkolaborasi di atas panggung, jawabannya masih sama. “Kami ingin tour on fire bersama Rolling Stone,” kata mereka tegas.
Bagaimana dengan sosok
wanita? Soal yang satu itu, masing-masing punya jawaban sendiri. Bimbim,
misalnya, dengan lantang langsung menjawab Tracy Chapman. Penyanyi
wanita asal Amerika itu menurutnya punya karakter yang unik.
Penampilannya yang mirip penyanyi reggae, menyita perhatian.
“Dia jelek (secara fisik), tapi lagu dan liriknya bagus. Gue cinta dia seutuhnya,” ucap Bimbim. Ridho mengaku mengidolakan Adele, sedangkan Ivanka mengagumi Madonna.
Bagaimana dengan Kaka? Ia
memilih penyanyi dalam negeri, Endah Widiastuti. Wanita itu dikenal
melalui grup duo Endah N Rhesa. Warna musiknya hanya diperkaya akustik
gitar, bass, dan vokal. “Dia bisa bikin lagu sendiri, enak banget. Konsep dia manggung juga bagus,” Kaka beralasan.
Rindu masa lalu
Di tengah gelimang
ketenaran yang kini Slank rasakan sebagai idola, mereka ternyata kerap
merindukan masa lalu. Saat sedang berlima, kadang mereka memenuhi memori
dengan nostalgia. Momen yang paling dirindukan Slank adalah saat mereka
masih belum menjadi siapa-siapa.
“Menjadi unknown, orang tak dikenal, itu menyenangkan,” ungkap Bimbim.
Ia teringat suatu masa
dulu, saat mereka baru menelurkan satu atau dua album. Ia dan
kawan-kawan satu band-nya berlibur ke Pantai Kuta, Bali. Seperti remaja
biasa, mereka membawa gitar dan bernyanyi-nyanyi di tepi pantai.
Saat itu, wajah mereka
belum terlalu dikenal orang. Maka itu bisa bebas bermain-main di tempat
publik. Yang menyadari kehadiran Slank, paling hanya satu atau dua orang
saja. “Kalau sekarang kita jadi topeng monyet. Belum main gitar saja
sudah jadi topeng monyet,” imbuhnya.
Hampir semua orang
merekam baik wajah-wajah mereka. Sekali muncul ke tempat publik,
langsung dikejar-kejar massa. Ada yang meminta foto, tanda tangan, atau
sekitar bergerombol dan ingin menyentuh mereka.
Ulah ekstrem penggemar
Memang, salah risiko
menjadi idola adalah terampasnya kebebasan pribadi. Apalagi idola di
dunia hiburan. Hidup para personel Slank selalu “diteror” kehadiran
penggemar dan disorot pemberitaan media. Untunglah, waktu 30 tahun telah
membuat mereka terbiasa.
Meski begitu, ada saja
ulah-ulah penggemar yang cukup ekstrem. Misalnya, masih ada penggemar
wanita yang berusaha mendekati mereka. Menyelipkan nomor telepon ke
bawah pintu pun dilakukan demi mendapat perhatian Sang Idola.
“Menanggapinya ya biasa saja, sensor sendiri-sendiri,” ujar Kaka.
Ulah penggemar ekstrem
juga pernah terjadi di panggung. Salah satunya dahulu, saat barikade
pengamanan polisi belum ketat seperti sekarang. Jarak yang sangat dekat
dengan penonton membuat mereka bisa berinteraksi langsung.
Menariknya, banyak yang
berupaya naik ke atas panggung. Itu dilakukan tak hanya oleh penggemar,
tetapi juga pelaku kriminal. “Banyak yang naik, ada juga jambret. Kita
lawan, sampai berantem. Dia lari, pernah sampai kita kejar,” cerita Kaka
lagi.
Mengenang itu semua,
seperti memutar kilas balik perjalanan Slank selama 30 tahun.
Masing-masing personel menegaskan, mereka tidak akan pernah berhenti
bermusik. Bimbim bahkan mengklaim masih bisa main drum sampai tiga puluh
tahun lagi.
Tiap tahunnya, mereka
berbagi mimpi baru di bidang musik. “Itu yang bikin kita bersatu.
Jadinya tetap selalu bergairah,” kata Kaka. Mimpi baru itu membuat
mereka bersama-sama mengejarnya. Saling bergandengan tangan, penuh
tekad.(np)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar